Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Meredupnya Tren Bersepeda, Bagaimana Kita Bisa Menyalakannya Lagi?

Kompas.com - 16/04/2025, 16:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain itu, konektivitas dengan moda transportasi lain seperti bus dan kereta saat ini juga belum optimal, sehingga membuat sepeda kurang praktis digunakan sebagai moda transportasi utama.

2. Keamanan kurang terjamin

Dari segi keamanan, parkir sepeda yang aman di fasilitas publik dan perkantoran juga minim. Jangankan sepeda milik pribadi, layanan bike-sharing saja misalnya, sering menghadapi masalah pencurian dan vandalisme.

3. Iklim dan fasilitas kurang mendukung

Dari segi kenyamanan, faktor iklim tropis yang panas sering menjadi kendala bagi pengguna sepeda dalam mobilitas sehari-hari. Sementara itu, fasilitas seperti shower dan ruang ganti di kantor masih minim. Belum lagi, jalur sepeda kerap digunakan sebagai tempat parkir atau dilintasi kendaraan lain, sehingga rawan konflik dan mengurangi kenyamanan pesepeda.

Baca juga: Industri “Fast Fashion” Hasilkan Limbah Tekstil Tak Terkelola 92 Juta Ton Per Tahun

Bagaimana menarik minat anak muda bersepeda?

Untuk meningkatkan minat masyarakat terutama anak muda untuk bersepeda, wajib hukumnya untuk menyediakan fasilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi pengendara sepeda.

Belajar dari negara maju, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendesain kota yang ramah pesepeda, yakni dengan menyediakan jalur sepeda yang luas dan terhubung dengan sistem transportasi umum. Rambu khusus, lampu lalu lintas, dan parkir sepeda yang memadai juga harus disediakan. Dalam hal ini, pemerintah bisa menggandeng sektor swasta dan komunitas untuk membangun infrastruktur.

Kebijakan pendukung juga harus disiapkan. Pemerintah bisa mengadopsi regulasi yang memberikan prioritas bagi pesepeda di persimpangan tertentu, insentif bagi pekerja yang menggunakan sepeda untuk mobilitas harian, serta kampanye edukasi keselamatan bersepeda sejak dini.

Pemerintah harus berinvestasi di bidang ini. Paris menjadi contoh sukses bagaimana investasi yang serius dalam infrastruktur bersepeda bisa mengubah pola mobilitas dan sukses menjadikan sepeda sebagai sarana transportasi baru sejak masa pandemi. Paris menggelontorkan dana 2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 33,59 triliun selama empat tahun sejak 2023. Hasilnya, menurut Paris Region Institute, kini 11,2 persen perjalanan di dalam kota dilakukan dengan sepeda, sedangakan pengguna mobil hanya 4,3 persen.

Di Indonesia, komunitas B2W berhasil melobi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengembangkan skema insentif bagi pesepeda pada momen peringatan World Bicycle Day Juni 2024 lalu. Singkatnya, para pesepeda berlomba mengumpulkan angka carbon saved melalui aplikasi Strava sebanyak mungkin, yang kemudian bisa ditukarkan dengan insentif tertentu.

Namun, inisiatif ini masih sebatas momentum. Sepeda seharusnya menjadi bagian dari strategi besar pengurangan emisi karbon. Berbekal kepedulian tinggi terhadap lingkungan, anak muda bisa menjadi motor penggerak utama perubahan dari ‘candu bermotor’ menuju mobilitas berkelanjutan.

* Assistant Professor, Politeknik Negeri Bandung

Baca juga: Perubahan Iklim dan Deforestasi Sebabkan Sejumlah Jamur Terancam Punah

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau