Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivitas Manusia Ubah 25 Persen Lahan Bumi, Pertanian Penyebab Utama

Kompas.com, 16 April 2025, 19:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah studi global baru-baru ini mencatat bahwa hampir seperempat daratan Bumi mengalami transformasi negatif akibat aktivitas manusia sejak 1990.

Perubahan tersebut menimbulkan ancaman semakin besar terhadap keanekaragaman hayati dan kesehatan ekosistem secara keseluruhan.

Hasil studi yang dilakukan peneliti dari Colorado State University dan The Nature Conservancy, sebuah organisasi lingkungan yang berbasis di Virginia, itu dipublikasikan di jurnal Scientific Data pada 10 April 2025.

Melansir Down to Earth, Selasa (15/4/2025), studi ini menyajikan peta global paling mutakhir yang menggambarkan peningkatan tekanan antropogenik (yang disebabkan oleh aktivitas manusia) pada lahan.

Peta juga menjelaskan bagaimana aktivitas agro-industri seperti pertanian, pembangunan perkotaan, produksi energi, dan infrastruktur telah mengubah bentuk ekosistem alami selama tiga dekade sejak 1990.

Baca juga: 1,5 Miliar Hektar Lahan Terancam Terdegradasi pada 2030

Untuk membuat peta-peta ini, para peneliti menggunakan metode yang disebut Kerangka Modifikasi Manusia (Human Modification Framework).

Metode ini membantu dalam memperkirakan sejauh mana manusia telah mengubah lingkungan alami dengan memetakan 16 jenis tekanan manusia yang berbeda seperti pertanian, konstruksi, penggunaan energi, dan polusi.

Ancaman-ancaman ini dikelompokkan ke dalam delapan kategori utama dan ditampilkan pada peta terperinci yang mencakup seluruh dunia pada skala yang sangat kecil (90 dan 300 meter).

Studi tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2022 sekitar 43 persen dari daratan Bumi masih relatif alami atau sedikit terpengaruh oleh aktivitas manusia.

Tetapi 27 persen memiliki tingkat modifikasi rendah, 20 persen tingkat modifikasi sedang, dan 10 persen tingkat modifikasi tinggi.

Ini berarti bahwa sekitar 31 juta kilometer persegi lahan, hampir seperempat dari luas daratan Bumi telah berubah secara signifikan sejak tahun 1990.

Pendorong utama perubahan ini adalah pertanian, yang mencakup hampir 47 persen dari semua lahan yang dimodifikasi. Kontribusi utama lainnya adalah infrastruktur transportasi (jalan raya, rel kereta api, dan jaringan listrik), aksesibilitas manusia, dan pembangunan perkotaan.

Baca juga: Antisipasi Penyusutan Lahan Sawah

Kendati demikian, dampak negatif aktivitas manusia terhadap lahan tidak terjadi secara merata di seluruh dunia. Ada perbedaan signifikan antar wilayah dalam hal seberapa besar dan seberapa buruk lahan telah berubah.

Lahan di wilayah Indomalaya (yang mencakup sebagian Asia Selatan dan Tenggara) menunjukkan tingkat modifikasi manusia tertinggi, karena populasi yang padat, pertanian yang intensif, dan perluasan perkotaan.

Sebaliknya, Australasia (Australia dan pulau-pulau terdekat) mengalami transformasi terendah.

Studi tersebut juga menemukan bahwa tingkat modifikasi lahan terus meningkat, dengan skor modifikasi manusia global naik sekitar 57 persen per tahun sejak tahun 1990.

Peningkatan paling cepat terlihat di daerah yang dibangun di mana kota-kota berkembang lebih dari empat persen setiap tahun.

Para peneliti juga menunjukkan bahwa sekitar 29 persen negara dan 31 persen ekosistem sangat rentan. Ini adalah tempat-tempat di mana tekanan manusia telah meningkat lebih cepat daripada rata-rata global di mana kurang dari 30 persen lahannya berada di bawah jenis perlindungan apa pun misalnya, taman nasional, cagar alam.

Lebih lanjut, rata-rata hampir tiga ancaman manusia yang berbeda hadir di setiap area yang terdampak. Artinya, upaya konservasi perlu mengatasi berbagai tekanan yang saling terkait, bukan hanya satu.

Baca juga: Era Baru Konservasi Pesisir Derawan lewat Pendanaan Berkelanjutan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Pemerintah
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
BUMN
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Swasta
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
LSM/Figur
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Swasta
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
LSM/Figur
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
Pemerintah
BMKG Imbau Waspadai Cuaca Ekstrem Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
BMKG Imbau Waspadai Cuaca Ekstrem Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
Pemerintah
COP30 Dinilai Gagal Bangkitkan Ambisi Dunia Hadapi Krisis Iklim
COP30 Dinilai Gagal Bangkitkan Ambisi Dunia Hadapi Krisis Iklim
LSM/Figur
Dorong Kesejahteraan Masyarakat, IPB University Perkuat Sosialisasi CIBEST ke Berbagai Pesantren
Dorong Kesejahteraan Masyarakat, IPB University Perkuat Sosialisasi CIBEST ke Berbagai Pesantren
Pemerintah
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Pemerintah
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
LSM/Figur
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Pemerintah
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau