Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 8 April 2025, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Setiap tahunnya, sekitar 1 juta kilometer persegi lahan yang sehat dan produktif di seluruh dunia mengalami degradasi.

Padahal, lebih dari separuh produk domestik bruto (PDB) dunia bergantung pada alam. Dan lahan yang sehat mendukung perekonomian yang berkembang pesat.

Sekretaris Eksekutif Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Memerangi Penggurunan atau UNCCD Ibrahim Thiaw mendesak negara-negara mengatasi degradasi lahan menjadi restorasi skala besar. 

Baca juga: Degradasi Lahan Ancam Stabilitas Ekonomi Global, Arab Saudi Siapkan Langkah Strategis di COP16

"Jika tren saat ini terus berlanjut, kita perlu memulihkan 1,5 miliar hektar lahan pada 2030 untuk mencapai dunia yang netral terhadap degradasi lahan," kata Thiaw dikutip dari siaran pers, Senin (7/4/2025).

Thiaw menuturkan, degradasi lahan dan kekeringan merupakan pengganggu utama bagi ekonomi, stabilitas, produksi pangan, air, dan kualitas hidup makhluk hidup.

Di samping itu, degradasi dan kekeringan memperburuk perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, kemiskinan, migrasi, dan konflik atas akses ke lahan dan air yang subur. 

"Restorasi lahan merupakan peluang untuk membalikkan tren yang mengkhawatirkan ini. Lahan yang dipulihkan merupakan lahan dengan peluang yang tak terbatas. Sekaranglah saatnya untuk membukanya," tutur Thiaw.

Baca juga: Aktivitas Manusia Harus Berkelanjutan untuk Lawan Degradasi Lahan

Hingga saat ini, 1 miliar hektar lahan terdegradasi telah dijanjikan untuk dipulihkan melalui berbagai komitmen sukarela, salah satunya Prakarsa Pemulihan Lahan Global G20 yang diselenggarakan oleh UNCCD.

Thiaw menyampaikan, restorasi lahan yang terdegradai dapat menghasilkan banyak manfaat bagi manusia dan alam. 

Setiap 1 dollar AS yang diinvestasikan untuk memulihkan lahan yang terdegradasi, dapat menghasilkan keuntungan ekonomi antara 7 sampai 30 dollar AS. 

Namun, meskipun sejauh ini ada keinginan investasi yang kuat, pemulihan lahan masih belum mengalami skala dan kecepatan yang sangat dibutuhkan.

Baca juga: Mengengok Upaya Pemimpin Daerah Melawan Degradasi Lahan dan Penggurunan

Menurut penilaian kebutuhan keuangan terbaru oleh UNCCD, dunia membutuhkan 1 miliar dollar AS setiap hari untuk memerangi penggurunan, degradasi lahan, dan kekeringan antara tahun 2025 hingga 2030. 

Saat ini, investasi dalam pemulihan lahan dan ketahanan kekeringan baru mencapai 66 miliar dollar AS setiap tahun, dengan sektor swasta hanya berkontribusi enam persen.

"Kita perlu meningkatkan ambisi dan investasi oleh pemerintah dan bisnis. Meskipun manfaat pemulihan jauh lebih besar daripada biayanya, investasi awal dalam jumlah miliaran diperlukan," papar Thiaw. 

"Kita perlu membuka sumber keuangan baru, menciptakan lapangan kerja berbasis lahan yang layak, dan mempercepat inovasi sambil memanfaatkan pengetahuan tradisional sebaik-baiknya," pungkasnya.

Baca juga: Pertanian Tak Berkelanjutan Sebabkan Degradasi Lahan, Arab Saudi Luncurkan Agenda Aksi Riyadh

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bapeten Musnahkan 5,7 Ton Udang Ekspor yang Terkontaminasi Cesium-137
Bapeten Musnahkan 5,7 Ton Udang Ekspor yang Terkontaminasi Cesium-137
Pemerintah
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
IESR: Revisi Perpres 112 Tahun 2022 Ancam Target Transisi Energi
LSM/Figur
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
8 Juta Anak Indonesia Memiliki Darah Mengandung Timbal Melebihi Batas WHO
Pemerintah
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
Bobibos Diklaim Lebih Ramah Lingkungan, Ini Penjelasan BRIN
LSM/Figur
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
IWIP Libatkan UMKM dalam Rantai Pasok Industri, Nilai Kerja Sama Tembus Rp 4,4 Triliun
Swasta
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Celios: Pembatasan Izin Smelter Harus Disertai Regulasi dan Peta Dekarbonisasi
Pemerintah
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
COP30 Buka Peluang RI Dapatkan Dana Proyek PLTS 100 GW
Pemerintah
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Kemenhut: 6.000 ha TN Kerinci Seblat Dirambah, Satu Orang Jadi Tersangka
Pemerintah
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Swasta
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Negara di COP30 Sepakati Deklarasi Memerangi Disinformasi
Pemerintah
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
3.099 Kasus Iklim Diajukan Secara Global hingga Pertengahan 2025
Pemerintah
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Seruan UMKM di COP30: Desak agar Tak Diabaikan dalam Transisi Energi
Pemerintah
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
Mendobrak Stigma, Menafsir Ulang Calon Arang lewat Suara Perempuan dari Panggung Palegongan Satua Calonarang
LSM/Figur
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Fragmentasi Regulasi Hambat Keberlanjutan Industri Sawit RI
Swasta
Terkendala Harga, ESDM Pilih Solar dengan Kandungan Sulfur Tinggi untuk Campuran B50
Terkendala Harga, ESDM Pilih Solar dengan Kandungan Sulfur Tinggi untuk Campuran B50
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau