Di Asia, Singapura memimpin sebagai negara di mana permintaan akan pekerjaan hijau meningkat paling cepat sebesar 27 persen.
Sementara Indonesia dan Malaysia menunjukkan potensi yang menjanjikan, dengan pertumbuhan konsentrasi talenta hijau masing-masing sebesar 5,75 persen dan 5,71 persen antara tahun 2021 dan 2024.
Baca juga: WEF: 47 Persen Bisnis Pikirkan Iklim, Green Jobs Bakal Tumbuh Pesat
Namun pertumbuhan jumlah orang dengan ketrampilan yang dibutuhkan dalam green jobs sebagian besar masih terkonsentrasi di negara-negara Eropa, terutama Swiss, Austria, dan Jerman.
Chua menyatakan di Asia masih banyak yang menganggap investasi dan praktik ramah lingkungan sebagai pengeluaran belaka.
Ia menekankan perlunya perubahan pola pikir, karena mengadopsi strategi hijau sebenarnya memberikan keuntungan bagi perusahaan, baik dalam hal kepatuhan terhadap aturan, daya tarik bagi pelanggan, maupun pengurangan risiko bisnis di masa depan.
Lebih lanjut permintaan akan pekerja hijau diproyeksikan akan terus meningkat, meskipun ada perkiraan gangguan dari kecerdasan buatan (AI) terhadap semua jenis pekerjaan.
Survei Forum Ekonomi Dunia juga menyoroti bahwa 86 persen responden memperkirakan AI akan memiliki dampak terbesar pada industri mereka.
Kendati demikian, Dr Joey Tan, kepala inisiatif strategis dan pengembangan bisnis di Microsoft Singapura, percaya bahwa AI tidak akan mengurangi kebutuhan akan pekerjaan ramah lingkungan.
Sebaliknya, Tan memperkirakan permintaan akan tumbuh secara eksponensial karena negara-negara Asia Tenggara menerapkan pengungkapan keberlanjutan wajib bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya