KOMPAS.com – "Perempuan itu punya semangat nurturing. Merawat dan menumbuhkan. Itu yang membuat perempuan bukan hanya bisa menjaga keluarga, tetapi juga dapat menjaga alam."
Hal itu diungkapkan Amalia Yunita, CEO Arus Liar, bisnis wisata petualangan yang berdiri sejak 1995.
Semangat nurturing perempuan terbukti lewat perjalanan bisnis Amalia yang kini telah 30 tahun lamanya.
"Arus Liar fully owned by women. Meskipun dunia adventure sering dianggap milik laki-laki, kami tetap bisa membuat dampak nyata," ungkap Amalia.
Salah satu dampaknya adalah pada pemberdayaan masyarakat lokal.
Lewat kegiatan arung jeram di Sungai Citarik, Arus Liar melatih warga sekitar menjadi pemandu profesional. Pelatihan ini membuka peluang ekonomi baru—mulai dari jasa pemandu, penginapan, kuliner, hingga sektor hospitality lainnya.
Arus Liar juga aktif mengkampanyekan kesadaran lingkungan.
Dalam ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun lalu, Amalia dan tim mengajak 25.000 penonton yang hadir dalam cabang arung jeram untuk ikut memungut sampah.
"Dari hari pertama ke terakhir, ada perubahan nyata. Penonton mulai sadar dan bertanggung jawab pada sampahnya," jelasnya.
Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Pasokan Darah Dunia
Tak berhenti di situ, Amalia juga menggagas ekspedisi pendakian gunung untuk meningkatkan kesadaran terhadap lupus, penyakit autoimun yang banyak menyerang perempuan.
Ia mengajak perempuan-perempuan yang sempat berhenti mendaki karena alasan keluarga untuk kembali aktif di alam bebas dan mendaki Himalaya sambil mengkampanyekan kepedulian terhadap sesama.
Menurutnya, setiap perempuan punya kekuatan alami untuk menjaga bumi. "Kita memang punya kodrat untuk nurturing, merawat. Dan merawat alam adalah bagian dari itu," katanya.
Dalam acara “Women in Sustainability: Peran Perempuan dalam Keberlanjutan dan ESG” yang digelar pada Senin (21/4/2025), Amalia mengajak lebih banyak perempuan terlibat dalam gerakan keberlanjutan.
Perempuan, katanya, mampu berpikir secara holistik—melihat keterhubungan antara alam, komunitas, dan masa depan.
Keterlibatan perempuan dalam pelestarian lingkungan juga sangat relevan di tengah krisis iklim yang kian nyata. Perempuan kerap menjadi pihak yang paling terdampak—tidak hanya oleh bencana, tetapi juga oleh beban tambahan di keluarga akibat perubahan iklim.
"Ketika perempuan terlibat, hasilnya bukan hanya inklusif, tetapi juga lebih berkelanjutan," pungkas Amalia.
Baca juga: Studi: Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan Terhadap Perempuan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya