Kami menemukan bahwa imbalan tunai bersyarat—kompensasi bagi nelayan yang berhasil melepas kembali ikan baji dan hiu kepala martil dengan selamat—bisa menjadi sebuah cara efektif untuk melindungi spesies ini tanpa merusak mata pencaharian nelayan.
Saya kemudian bekerja sama dengan sejumlah mahasiswa dan kolaborator untuk mendirikan organisasi filantropi lokal kecil-kecilan untuk membantu menjalankan inisiatif kami, yakni Kebersamaan Untuk Lautan.
Kami sepakat untuk memberikan kompensasi tunai kepada nelayan—biasanya sebesar 2-7 dollar AS (sekitar Rp30.000–Rp100.000) per ekor, jika mereka bisa mengirimkan bukti video pelepasan ikan baji dan hiu kepala martil dengan aman.
Uji coba insentif
Seiring dengan berjalannya program, kami menemukan insentif ternyata juga bisa memicu berbagai trik penangkapan ikan.
Contohnya, para nelayan bisa meningkatkan tangkapan mereka untuk mendapatkan lebih banyak kompensasi dan membeli lebih banyak jaring-jaring baru untuk menangkap ikan, yang pada akhirnya justru merusak tujuan konservasi itu sendiri. Kompensasi juga mungkin jatuh kepada nelayan yang memang sudah berniat melepas ikan.
Nah, untuk menguji apakah insentif konservasi ini benar-benar efektif, kami melakukan eksperimen terencana.
Kami membagi secara acak 87 kapal nelayan dari Aceh dan Nusa Tenggara Barat menjadi dua kelompok: satu kelompok kami tawarkan kompensasi untuk melepaskan spesies ikan tersebut hidup-hidup, sementara kelompok lain tidak.
Baca juga: Libatkan Masyarakat Kelola Pesisir dan Laut Berkelanjutan, YKAN Gelar Ekspedisi di Maluku
Kami membandingkan data dua kelompok tersebut serta melakukan survei tingkat kepuasan nelayan terhadap program dan kehidupan secara umum.
Sejak program “imbalan untuk melepas” diluncurkan pada Mei 2022, lebih dari 1.200 ekor ikan baji dan hiu martil telah berhasil dilepas kembali ke laut dengan selamat. Semua nelayan yang mengikuti program ini beserta keluarganya juga merasa puas.
“Kami gunakan uang kompensasi itu untuk kebutuhan sehari-hari. Kami berharap program ini terus berlanjut,” kata istri salah satu nelayan yang mengikuti program.
Namun, data eksperimen kami dari 16 bulan pertama program ini (Mei 2022 – Juli 2023) juga mengungkapkan fakta miris: meskipun kompensasi mendorong lebih banyak pelepasan ikan, sebagian nelayan justru sengaja meningkatkan jumlah tangkapan mereka demi mendapatkan lebih banyak imbalan.
Awalnya, saya dan tim merasa cukup terpukul dengan temuan ini. Tapi, tanpa eksperimen tersebut, kami mungkin tidak akan pernah menyadari konsekuensi tak terduga ini.
Belajar dari temuan ini, kami memperbaiki skema kompensasi, mengatur ulang duit imbalan, dan membatasi jumlah pelepasan yang bisa diklaim setiap kapal dalam seminggu.
Kami juga mulai menguji program tukar alat tangkap, di mana nelayan menukar jaring mereka dengan perangkap ikan yang memiliki tingkat tangkapan sampingan jauh lebih rendah.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya