Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Imbalan Pelepasan Hiu dan Pari yang Tertangkap, Risiko dan Harapannya

Kompas.com, 1 Mei 2025, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Hollie Booth*

KOMPAS.com - Hiu dan pari termasuk dalam beberapa spesies paling terancam di dunia, terutama karena overfishing atau penangkapan berlebihan.

Kadang-kadang mereka diburu untuk diambil sirip dan dagingnya, tapi mereka lebih sering tertangkap secara tidak sengaja saat nelayan menjaring ikan lain.

Jika terus ditangkap, populasi predator laut ini bisa menurun dan hal ini akan mengganggu rantai makanan di ekosistem laut, mengancam pendapatan di sektor wisata, serta memperburuk kondisi krisis iklim akibat melemahnya ketahanan ekosistem laut.

Tapi, menghentikan penangkapan hiu dan pari yang berlebihan ini tidak mudah karena dinamika sosial di baliknya sangat rumit.

Banyak hiu dan pari tertangkap dalam penjaringan skala kecil oleh nelayan di daerah pesisir, di mana mereka bergantung pada hasil tangkapan ikan — termasuk hiu dan pari yang terancam punah — untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Saya tergabung dalam tim peneliti global lintas disiplin yang berfokus pada konservasi hiu dan pari di perikanan skala kecil di Indonesia. Selama lima tahun terakhir, saya memikirkan cara untuk tetap menjaga kelestarian kehidupan laut sembari tetap mendukung kehidupan masyarakat pesisir yang bergantung pada hasil laut.

Studi baru kami yang baru saja diterbitkan di jurnal Science Advances menunjukkan bahwa memberi imbalan kepada nelayan untuk melepas kembali spesies-spesies ikan yang terancam punah bisa menjadi semacam insentif untuk mendorong perilaku konservasi sekaligus meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Namun, pemberian insentif juga menimbulkan konsekuensi tak terduga, yang justru merusak tujuan konservasi itu sendiri. Karena itu, penting sekali untuk berhati-hati dalam merancang program ini dan melakukan evaluasi ketat seiring dengan berjalannya program.

Meskipun hiu dan pari bukan target utama nelayan skala kecil, spesies terancam seperti ikan baji atau ikan bersirip pari laut (wedgefish) dan hiu martil (hammerhead) sering kali ikut tertangkap.

Baca juga: Tutupan Karang Hidup dan Populasi Pari Manta di Raja Ampat Meningkat

Dalam studi kami tahun 2020 silam, para nelayan memberitahu bahwa ikan baji dan hiu kepala martil hanya “tangkapan sampingan” alias tak sengaja tertangkap saat mereka menjaring ikan lain.

Namun, penelitian lebih lanjut mengungkap bahwa nelayan tetap enggan untuk melepaskan spesies tersebut karena itu sama saja dengan kehilangan sumber pangan and pendapatan mereka.

“Ikan itu memberi kami lebih banyak uang, meskipun mereka bukan target kami,” kata seorang nelayan.

“Itu rezeki. Kalau saya kembalikan ke laut, namanya mubazir,” tambahnya.

Mengetahui hal ini, kami mengeksplorasi berbagai insentif positif dan negatif yang mungkin bisa mendorong para nelayan mengubah perilaku mereka.

Kami menemukan bahwa imbalan tunai bersyarat—kompensasi bagi nelayan yang berhasil melepas kembali ikan baji dan hiu kepala martil dengan selamat—bisa menjadi sebuah cara efektif untuk melindungi spesies ini tanpa merusak mata pencaharian nelayan.

Saya kemudian bekerja sama dengan sejumlah mahasiswa dan kolaborator untuk mendirikan organisasi filantropi lokal kecil-kecilan untuk membantu menjalankan inisiatif kami, yakni Kebersamaan Untuk Lautan.

Kami sepakat untuk memberikan kompensasi tunai kepada nelayan—biasanya sebesar 2-7 dollar AS (sekitar Rp30.000–Rp100.000) per ekor, jika mereka bisa mengirimkan bukti video pelepasan ikan baji dan hiu kepala martil dengan aman.

Uji coba insentif

Seiring dengan berjalannya program, kami menemukan insentif ternyata juga bisa memicu berbagai trik penangkapan ikan.

Contohnya, para nelayan bisa meningkatkan tangkapan mereka untuk mendapatkan lebih banyak kompensasi dan membeli lebih banyak jaring-jaring baru untuk menangkap ikan, yang pada akhirnya justru merusak tujuan konservasi itu sendiri. Kompensasi juga mungkin jatuh kepada nelayan yang memang sudah berniat melepas ikan.

Nah, untuk menguji apakah insentif konservasi ini benar-benar efektif, kami melakukan eksperimen terencana.

Kami membagi secara acak 87 kapal nelayan dari Aceh dan Nusa Tenggara Barat menjadi dua kelompok: satu kelompok kami tawarkan kompensasi untuk melepaskan spesies ikan tersebut hidup-hidup, sementara kelompok lain tidak.

Baca juga: Libatkan Masyarakat Kelola Pesisir dan Laut Berkelanjutan, YKAN Gelar Ekspedisi di Maluku

Kami membandingkan data dua kelompok tersebut serta melakukan survei tingkat kepuasan nelayan terhadap program dan kehidupan secara umum.

Sejak program “imbalan untuk melepas” diluncurkan pada Mei 2022, lebih dari 1.200 ekor ikan baji dan hiu martil telah berhasil dilepas kembali ke laut dengan selamat. Semua nelayan yang mengikuti program ini beserta keluarganya juga merasa puas.

“Kami gunakan uang kompensasi itu untuk kebutuhan sehari-hari. Kami berharap program ini terus berlanjut,” kata istri salah satu nelayan yang mengikuti program.

Namun, data eksperimen kami dari 16 bulan pertama program ini (Mei 2022 – Juli 2023) juga mengungkapkan fakta miris: meskipun kompensasi mendorong lebih banyak pelepasan ikan, sebagian nelayan justru sengaja meningkatkan jumlah tangkapan mereka demi mendapatkan lebih banyak imbalan.

Awalnya, saya dan tim merasa cukup terpukul dengan temuan ini. Tapi, tanpa eksperimen tersebut, kami mungkin tidak akan pernah menyadari konsekuensi tak terduga ini.

Belajar dari temuan ini, kami memperbaiki skema kompensasi, mengatur ulang duit imbalan, dan membatasi jumlah pelepasan yang bisa diklaim setiap kapal dalam seminggu.

Kami juga mulai menguji program tukar alat tangkap, di mana nelayan menukar jaring mereka dengan perangkap ikan yang memiliki tingkat tangkapan sampingan jauh lebih rendah.

Data awal menunjukkan perubahan ini meningkatkan efektivitas program secara signifikan.

Tim kami di Oxford, Inggris, juga bekerja erat dengan para peneliti lokal dan organisasi konservasi lain untuk membantu mereka merancang dan mengevaluasi program insentif berbasis lokal yang sesuai dengan kondisi masing-masing.

Studi terbaru dari organisasi konservasi Thresher Shark Indonesia misalnya, menunjukkan bahwa program mata pencaharian alternatif berhasil mengurangi tangkapan hiu perontok (thresher shark) hingga lebih dari 90 persen.

Insentif positif seperti ini adalah instrumen penting untuk menyelesaikan krisis keanekaragaman hayati dengan cara yang adil.

Rasanya tidak adil jika kita menuntut industri perikanan skala kecil di negara berkembang yang menanggung beban konservasi, sementara perusahaan perikanan komersial yang besar justru menghasilkan lebih banyak ‘cuan’ sambil menyebabkan kerusakan dari penangkapan berlebih.

Namun demikian, insentif konservasi tentu saja harus dirancang dengan baik dan dievaluasi secara ketat untuk memastikan insentif ini mendorong tindakan yang tepat dan menghasilkan dampak yang diinginkan.

*Research Associate, Conservation Science, University of Oxford

Baca juga: Pertemuan Langka Dua Pari Manta, Panggilan Konservasi Laut Raja Ampat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau