KOMPAS.com - Penelitian baru yang dipimpin oleh Universitas Stanford menyoroti konsekuensi iklim yang selama ini terabaikan.
Konsekuensi yang dimaksud adalah dampak atau pengaruh dari siklon tropis (badai tropis) pada kesempatan untuk bersekolah dan pendidikan secara keseluruhan di negara-negara yang memiliki tingkat pendapatan rendah dan menengah.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) mengungkapkan bagaimana anak-anak yang berada di jalur badai mengalami kemunduran dalam pendidikan mereka.
Kemunduran pendidikan terjadi terutama di daerah yang jarang terkena badai dengan anak perempuan menanggung beban yang lebih besar. Dampak lebih besar di daerah itu terjadi karena ketidaksiapan menghadapi bencana.
"Ada kondisi khusus di mana siklon yang cukup kuat tetapi tidak terlalu sering terjadi justru memberikan dampak buruk pada pendidikan anak-anak," ungkap kata penulis senior studi Eran Bendavid, seorang profesor kedokteran dan kebijakan kesehatan di Stanford School of Medicine, dikutip dari Phys, Kamis (1/5/2025).
Baca juga: Unesco Sebut 251 Juta Anak di Seluruh Dunia Masih Putus Sekolah
Siklon tropis adalah sistem awan dan badai petir yang berputar dan menghasilkan angin kencang serta hujan lebat.
Perkiraan mengenai dampak siklon tropis seringkali bersifat regional daripada global dan tidak mempertimbangkan kerentanan populasi.
Pemanasan iklim diperkirakan akan meningkatkan frekuensi siklon tropis yang lebih kuat, yang akan memperburuk dampak buruknya pada masyarakat rentan.
Badai-badai ini dapat merusak infrastruktur pendidikan dan tempat tinggal, yang mengakibatkan anak-anak kehilangan tempat tinggal atau terpaksa membantu perbaikan rumah, sehingga mengganggu pendidikan mereka.
Hasil studi disimpulkan setelah tim peneliti menganalisis catatan pendidikan lebih dari 5,4 juta orang di 13 negara berpendapatan rendah dan menengah yang terkena dampak siklon tropis antara tahun 1954 dan 2010.
Temuannya mengejutkan. Paparan terhadap siklon apa pun pada usia prasekolah (sekitar 5 atau 6 tahun) dikaitkan dengan penurunan sebesar 2,5 persen dalam kemungkinan untuk memulai sekolah dasar.
Ini menunjukkan bahwa bahkan paparan siklon ringan di usia dini dapat mengurangi peluang anak untuk masuk SD.
Bahkan studi menemukan ada penurunan sebanyak 8,8 persen setelah badai yang hebat yang terjadi di komunitas yang kurang terbiasa dengan kejadian seperti itu.
Hal tersebut memperkuat temuan sebelumnya bahwa dampak buruk lebih besar di daerah yang kurang siap menghadapi siklon.
Dalam 20 tahun terakhir siklon tropis telah mencegah lebih dari 79.000 anak di 13 negara berpendapatan rendah dan menengah yang diteliti untuk memulai sekolah.
Dan secara kolektif, para siswa yang terdampak kehilangan total 1,1 juta tahun pendidikan, menggambarkan betapa besar kerugian yang diakibatkan oleh bencana alam ini terhadap perkembangan sumber daya manusia.
Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa anak perempuan terkena dampak secara tidak proporsional atau lebih besar dibandingkan anak laki-laki yang memperburuk kesenjangan pendidikan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.
Salah satu alasan yang mungkin mendasarinya adalah peran gender menempatkan anak perempuan untuk membantu urusan rumah tangga setelah bencana, sehingga mengorbankan kesempatan mereka untuk bersekolah.
Baca juga: Mayoritas Siswa Sekolah Sadar Butuh Green Skills, tapi Tak Dapat Akses
"Pendidikan adalah kunci untuk perkembangan pribadi, tetapi siklon tropis merampas kesempatan populasi rentan untuk bersekolah," kata penulis utama studi Renzhi Jing, periset postdoctoral di Stanford School of Medicine dan peneliti afiliasi di Stanford Woods Institute for the Environment.
Konsekuensi jangka panjang dari paparan siklon terhadap pendidikan anak-anak juga tidak hanya terbatas pada terhambatnya awal sekolah, tetapi juga mengurangi tingkat penyelesaian pendidikan dan total tahun bersekolah.
"Anak-anak yang terpapar siklon tropis cenderung tidak menyelesaikan sekolah dasar dan mendaftar di sekolah menengah," tulis peneliti dalam studinya.
Hal ini pada gilirannya membatasi peluang ekonomi di masa depan dan memperburuk masalah kemiskinan serta ketidaksetaraan di wilayah-wilayah yang sudah rentan.
Temuan-temuan penelitian ini pun menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengatasi dampak pendidikan dari perubahan iklim, khususnya di wilayah-wilayah termiskin di dunia.
Seiring dengan meningkatnya frekuensi dan tingkat keparahan siklon tropis, demikian pula jumlah anak-anak yang pendidikannya terganggu.
Para pembuat kebijakan dan organisasi-organisasi internasional perlu memprioritaskan perlindungan infrastruktur pendidikan dan sistem pendukung, khususnya untuk anak perempuan
Baca juga: Pohon yang Beragam Bikin Kota Tangguh Iklim dan Warga Bahagia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya