KOMPAS.com — Masalah sampah di Indonesia bukan hanya soal fasilitas pengelolaan yang terbatas, tetapi juga soal kebiasaan yang terbentuk dari perilaku masyarakat sehari-hari.
Begitulah pandangan Benedict Wermter, jurnalis lingkungan asal Jerman yang kini dikenal sebagai Bule Sampah (@bule_sampah).
Dalam acara Asri Menyapa, episode pilah-pilih sampah yang diadakan di SMAN 78 pada Rabu (30/04/2025), Ben menyampaikan bahwa upaya menjadikan Indonesia bersih dari sampah harus dimulai dari diri sendiri.
"Nol sampah itu hampir nggak mungkin, karena setiap aktivitas kita akan menghasilkan limbah. Tapi lingkungan yang bersih, itu mungkin kalau kita bijak mengelola sampah," katanya.
Kepedulian Ben terhadap isu sampah di Indonesia bermula dari rasa iba saat melihat keindahan alam Indonesia yang tercemar oleh limbah.
Menurutnya, negeri kepulauan ini memiliki potensi luar biasa dari segi lingkungan, namun tercemari oleh kebiasaan masyarakat yang belum sadar akan pentingnya pengelolaan sampah.
Ben mengatakan ingin mengambil peran dalam membantu Indonesia bisa kembali bersih. Ben menegaskan kata kembali sebab Indonesia, dari sejarah yang dipelajarinya adalah negeri yang bersih.
"Indonesia 50 tahun lalu adalah negeri yang bersih, belum banyak konsumsi produk sekali pakai, dan orang-orangnya masih terbiasa menggunakan barang yang awet atau bisa dipakai ulang," ujarnya dalam sesi diskusi bersama Pokjar peduli lingkungan dalam acara Asri Menyapa.
Selama ini, Ben mencoba mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Pertama, lewat akun Instagram @bule_sampah, ia menyampaikan konten-konten edukatif dalam bahasa Indonesia, agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat lokal. Kontennya ringan, aplikatif, dan kerap mengundang interaksi dari para pengikutnya.
Kedua, dengan pendekatan berbasis teknologi, Ben mengembangkan SampApp—sebuah aplikasi permainan edukatif yang mengenalkan jenis-jenis sampah (organik, non-organik, dan B3), serta bagaimana cara memilah dan mendaur ulangnya. Aplikasi ini dirancang untuk anak-anak, agar sejak dini mereka terbiasa dengan pola pikir ramah lingkungan.
Baca juga: Pilah Sampah di Rumah, Cegah Penumpukan di Sungai
Ketiga, melalui kampanye bernama Sampassador, ia mengajak masyarakat untuk mempraktikkan langsung kebiasaan minim sampah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, membawa botol minum sendiri, tidak menggunakan plastik sekali pakai, atau memisahkan sampah di rumah.
Namun, ia mengakui tantangan terbesarnya adalah mengubah pola pikir. "Kesadaran masyarakat masih rendah, dan pemerintah juga belum menjadikan isu sampah sebagai prioritas utama," ujar Ben, saat diwawancarai Kompas.com setelah acara.
Meski begitu, dia melihat adanya harapan. Banyak pengikutnya yang mengirim pesan dan bercerita tentang perubahan kecil yang mereka lakukan setelah mengikuti kontennya.
"Dampak dari edukasi memang tidak secepat aksi bersih-bersih. Hasilnya tidak langsung terlihat, tapi lebih berkelanjutan,” tambahnya.
Ben mengatakan, untuk membuat Indonesia kembali bersih tidak bisa bergantung pada segelintir orang yang mengambil langkah besar untuk perubahan.
"Kalau cuma segelintir orang yang gerak, nggak cukup. Indonesia kembali bersih hanya bisa tercapai kalau tiap individu sadar dan ambil peran dari aktivitasnya sendiri. Mulai dari hal kecil, tapi konsisten," katanya.
Data dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan, Indonesia menghasilkan sekitar 69,7 juta ton sampah per tahun. Dari angka itu, 11,3 juta ton tidak terkelola dengan baik.
Baca juga: Dugaan Pungli Mengemuka di Balik Tumpukan Sampah Pasar Gedebage Bandung
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya