Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Pungli Mengemuka di Balik Tumpukan Sampah Pasar Gedebage Bandung

Kompas.com, 29 April 2025, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Pengelolaan sampah di Pasar Gedebage, Bandung, Jawa Barat, selama ini diduga dipengaruhi oleh adanya dugaan pungutan liar berupa pemungutan iuran sampah. 

Akan tetapi, sampah tersebut tidak dikelola dengan baik sehingga menimbulkan tumpukan sampah di pasar tersebut mencapai 1.120 meter kubik.

Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menduga, pungutan liar terkait iuran sampah yang mencapai sekitar Rp5.000 per lapak.

Baca juga: DLH Provinsi Jakarta Terapkan Sejumlah Cara untuk Atasi Sampah di Sungai Ciliwung

Apabila di Pasar Gedebage ada sekitar 700 lapak, maka akan menghasilkan Rp 3,5 juta per hari. 

"Sejak Desember 2024 sampai sekarang, kerugian yang diakibatkan oleh pengelolaan sampah yang tidak berjalan dengan baik ini mencapai miliaran rupiah," ujar Farhan di Bandung, sebagaimana dilansir Antara, Senin (28/4/2025).

Di sisi lain, mesin pencacah sampah di Pasar Gedebage mengalami kerusakan. Selain itu, mesin biodigester mati dan tidak ada pengangkutan secara rutin.

Farhan menuturkan, Pemerintah Kota Bandung akan mengambil langkah hukum terhadap pengelola pasar terkait sampah yang menumpuk di Pasar Gedebage.

Baca juga: Pilah Sampah di Rumah, Cegah Penumpukan di Sungai

"Saya bersama Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sepakat untuk melakukan penegakan hukum sebagai langkah pertama, dilanjutkan dengan pengelolaan ulang sampah di Pasar Gedebage," papar Farhan.

Lebih lanjut, Farhan mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan pengangkutan sampah yang menumpuk di Pasar Gedebage ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Bandung Barat.

"Alhamdulillah, sudah ada solusi. Sampah yang ada sekarang akan segera diangkut menggunakan jatah ritase dari Pemerintah Kota Bandung. Kami dibantu dengan peralatan dan personel dari provinsi," jelas Farhan.

Farhan juga menegaskan, pengangkutan sampah harus dilakukan dengan hati-hati, mengingat potensi bahaya gas metana yang terperangkap di bawah tumpukan sampah.

Baca juga: Kurangi Sampah “Fast Fashion” lewat Gerakan Barter Pakaian

"Harus hati-hati saat mengangkut sampah, karena ada potensi ledakan akibat gas metana yang terperangkap di bawah," jelasnya.

Ia memperkirakan, proses pengangkutan sampah ini akan memakan waktu dua hingga tiga hari dengan penggunaan sekitar 40 ritase sampah per hari.

"Kami mohon maaf kepada warga Bandung. Kita harus berkorban selama tiga hari untuk penanganan sampah di Gedebage," ucap Farhan.

Baca juga: Bank Sampah Kepulauan Seribu Mampu Tekan 80 Persen Limbah Rumah Tangga

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau