Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permintaan Tembaga Diprediksi Melonjak, Tapi Pasokan Terbatas

Kompas.com - 23/05/2025, 15:58 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan bahwa sudah saatnya untuk memberikan peringatan serius mengenai potensi kekurangan logam-logam yang sangat dibutuhkan untuk transisi menuju ekonomi rendah karbon di masa depan.

Pasalnya menurut IEA, permintaan tembaga yang sangat dibutuhkan untuk mencapai ekonomi rendah karbon akan melebihi pasokan yang tersedia dalam kurun waktu satu dekade ke depan.

Jika tidak ada tindakan serius yang dilakukan sekarang, pasokan tembaga yang merupakan komponen kunci dalam setiap bentuk sistem energi listrik saat ini akan kekurangan sebesar 30 persen dari jumlah yang dibutuhkan pada tahun 2035.

"Ini akan menjadi tantangan besar. Sudah waktunya untuk membunyikan alarm," kata Fatih Birol, direktur eksekutif IEA.

Baca juga: Logam Beracun Cemari 15 Persen Lahan Pertanian Dunia

Untuk mengatasi potensi kekurangan logam penting seperti tembaga dan kerentanan rantai pasokan, negara-negara maju harus berinvestasi dan bekerja sama dengan negara-negara berkembang untuk mendistribusikan kapasitas pemurnian logam secara lebih merata di seluruh dunia.

Saat ini mineral penting yang diperlukan untuk pembuatan panel surya dan turbin angin, serta mengubah sistem energi global, sebagian besar dimurnikan di China, meskipun ditambang di banyak lokasi, termasuk Afrika, Australia, dan Amerika Latin.

China juga memproses lebih dari 70 persen dari rata-rata 20 mineral teratas dunia yang dibutuhkan dalam industri energi.

Birol pun mengatakan lebih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan pasokan mineral penting jika dunia ingin beralih ke ekonomi rendah karbon.

“Diversifikasi adalah kuncinya. Inggris, Eropa, Jepang, AS, Korea Selatan memiliki teknologinya. Afrika, Amerika Latin punya sumber dayanya. Bisa jadi ada kerja sama internasional antarnegara,” katanya dikutip dari Guardian, Jumat (23/5/2025).

Mengembangkan industri pemurnian logam seperti tembaga dan memperkuat hubungan dagang di berbagai negara akan mendiversifikasi pasokan global.

Ini berarti pasokan tidak lagi terkonsentrasi di satu atau beberapa negara saja, sehingga dapat mencegah kemacetan dalam rantai pasokan dan kenaikan harga yang signifikan.

Kenaikan biaya akibat kelangkaan logam akan menjadi hambatan utama, untuk transisi menuju ekonomi hijau.

Baca juga: MIND ID-PT Timah Kembangkan Proyek Logam Tanah Jarang

Kekurangan atau gangguan pasokan mineral-mineral vital dapat memicu efek domino ekonomi yang negatif, mulai dari biaya hidup yang lebih tinggi bagi masyarakat hingga kerugian ekonomi dan daya saing bagi sektor industri.

"Dampak dari guncangan pasokan mineral kritis dapat sangat luas, menyebabkan harga yang lebih tinggi bagi konsumen dan mengurangi daya saing industri," tulisan laporan IEA.

Dalam hal ini tembaga harus menjadi perhatian utama karena rata-rata dibutuhkan waktu 17 tahun dari penemuan endapan baru hingga produksi logam.

Namun, Fatih Birol menyatakan bahwa jika pemerintah segera mengambil tindakan cepat, mereka dapat mengurangi proyeksi kekurangan pasokan tembaga.

Misalnya dengan mempercepat proyek tambang baru, meningkatkan daur ulang tembaga, dan mencari substitusi dengan logam lain seperti aluminium, sehingga dampak kelangkaan dapat dikurangi secara signifikan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Gelombang Panas Hantam Laut Inggris dan Irlandia, Apa Dampaknya?
Gelombang Panas Hantam Laut Inggris dan Irlandia, Apa Dampaknya?
Swasta
RI-Brasil Kerja Sama Kembangkan Bioenergi hingga Industri Dirgantara
RI-Brasil Kerja Sama Kembangkan Bioenergi hingga Industri Dirgantara
Pemerintah
Permukaan Laut Tetap Naik meski Pemanasan Global Dibatasi 1,5 Derajat C
Permukaan Laut Tetap Naik meski Pemanasan Global Dibatasi 1,5 Derajat C
Pemerintah
Profesor IPB Sebut Bakteri Pereduksi Nitrat Mampu Turunkan Emisi GRK
Profesor IPB Sebut Bakteri Pereduksi Nitrat Mampu Turunkan Emisi GRK
LSM/Figur
Singa Asia di India Naik Jadi 891 Ekor, Bukti Kesuksesan Konservasi
Singa Asia di India Naik Jadi 891 Ekor, Bukti Kesuksesan Konservasi
Pemerintah
'Destination Zero Waste Bali', Inisiatif Kolaboratif Kurangi Sampah Plastik di Industri Perhotelan
"Destination Zero Waste Bali", Inisiatif Kolaboratif Kurangi Sampah Plastik di Industri Perhotelan
LSM/Figur
Menteri LH: Pemprov Kalsel Baru Kelola 48,5 Persen Sampah, Setengahnya Dibuang ke TPA Open Dumping
Menteri LH: Pemprov Kalsel Baru Kelola 48,5 Persen Sampah, Setengahnya Dibuang ke TPA Open Dumping
Pemerintah
Hadirkan Rompi Kembali Utuh, Kolaborasi Adrie Basuki dan CISC Dukung Perjuangan Pasien Kanker
Hadirkan Rompi Kembali Utuh, Kolaborasi Adrie Basuki dan CISC Dukung Perjuangan Pasien Kanker
LSM/Figur
Ahli IPB Usulkan Lutung Sentarum Jadi Satwa Dilindungi
Ahli IPB Usulkan Lutung Sentarum Jadi Satwa Dilindungi
LSM/Figur
Permintaan Tembaga Diprediksi Melonjak, Tapi Pasokan Terbatas
Permintaan Tembaga Diprediksi Melonjak, Tapi Pasokan Terbatas
Pemerintah
Bangkitkan Ekonomi Desa, MMSGI Dorong Kemandirian Usaha Mikro Lokal
Bangkitkan Ekonomi Desa, MMSGI Dorong Kemandirian Usaha Mikro Lokal
Swasta
Meta Gandeng AES Pasok 650 MW Energi Surya untuk Pusat Data
Meta Gandeng AES Pasok 650 MW Energi Surya untuk Pusat Data
Swasta
KLH Cabut Izin PT Daeri Rima Mineral karena Berpotensi Rusak Lingkungan
KLH Cabut Izin PT Daeri Rima Mineral karena Berpotensi Rusak Lingkungan
Pemerintah
Ikan Badut Selamatkan Diri dari Gelombang Panas dengan Menciut
Ikan Badut Selamatkan Diri dari Gelombang Panas dengan Menciut
Pemerintah
KKP Dorong Penataan Ruang Laut Demi Keberlanjutan Ekosistem
KKP Dorong Penataan Ruang Laut Demi Keberlanjutan Ekosistem
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau