Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang Panas Hantam Laut Inggris dan Irlandia, Apa Dampaknya?

Kompas.com, 23 Mei 2025, 22:17 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya, menghantam perairan di lepas pantai Inggris dan Irlandia. Suhu laut meningkat hingga 4 derajat celsius, di atas rata-rata suhu pada musim semi sejumlah wilayah Eropa.

Ahli dari Sekolah Ilmu Biologi dan Kelautan University of Plymouth, Manuela Truebano, mengatakan intensitas serta kenaikan suhu air yang melanda lepas pantai di Devon, Cornwall, dan pantai barat Irlandia sangat memprihatinkan.

Terlebih, krisis iklim akibat ulah manusia terus meningkatkan suhu global yang diikuti frekuensi gelombang panas laut.

"Ini belum pernah terjadi sebelumnya karena terjadi di awal tahun. Melihat kenaikan suhu di perairan Inggris pada saat seperti ini sungguh menyadarkan kita," ungkap Truebano dikutip dari The Guardian, Jumat (23/5/2025).

Baca juga: Lembaga Keuangan AS Prediksi Kenaikan Suhu Global Capai 3 Derajat Tahun Ini

"Setiap kali hal ini terjadi, kami menggunakan kata belum pernah terjadi sebelumnya, dan saya sangat prihatin dengan peningkatan prevalensi maupun intensitas peristiwa gelombang panas laut ini," imbuh dia.

Pihaknya mencatat, kenaikan suhu di perairan Devon, Cornwall dan Irlandia meningkat 2-4 derajat celsius di atas suhu rata-rata. Asosiasi Biologi Kelautan menyebut bahwa suhu air musim semi biasanya berada pada kisaran 11-12 derajat celsius.

Namun, suhu absolut air saat ini mencapai 15-16 derajat celsius. Menurut Truebano, kenaikan suhu laut di awal musim semi bahkan lebih mengkhawatirkan.

"Gelombang panas laut dimulai pada bulan Maret dan telah berlangsung selama hampir dua bulan. Jika suhu laut terus meningkat hingga bulan-bulan musim panas, ada kekhawatiran akan kematian massal ikan dan kehidupan laut lainnya," tutur dia.

Baca juga: Perancis Umumkan Rencana Adaptasi Jika Suhu Bumi Naik 4 Derajat Celsius

Risiko kenaikan suhu lautan berupa perubahan dalam pola reproduksi plankton, yang dapat menyebabkan berkurangnya jumlah ikan di akhir tahun.

Sementara itu, Badan Meteorologi Inggris menyatakan, gelombang panas laut telah berlangsung lebih dari dua bulan yakni Maret-Mei 2025.

"Jika hal ini terus berlanjut sepanjang musim panas, kita akan melihat dampak biologis yang meluas. Ini adalah peristiwa pemanasan yang signifikan," jelas Asosiasi Biologi Kelautan, Dan Smale.

Dia menuturkan, meningkatnya suhu panas di lautan dipicu beberapa faktor salah satunya sistem tekanan tinggi berkepanjangan membawa musim semi yang kering dan cerah serta lemahnya angin maupun gelombang. Sehingga menciptakan kondisi ideal untuk pemanasan di lautan.

Data menunjukkan gelombang panas laut semakin sering terjadi. Studi tahun 2019 menemukan jumlah hari gelombang panas meningkat lebih dari 50 persen dalam 30 tahun hingga 2016, dibandingkan dengan periode 1925-1954. Para ilmuwan mengemukakan, kala itu panas menghancurkan sebagian besar kehidupan laut.

Baca juga: Suhu Terus Meningkat, Sepertiga Bumi Bisa Tak Laik Huni

Ilmuwan iklim laut di Met Office, Jonathan Tinker, berpendapat gelombang panas laut memberikan gambaran tentang bagaimana perubahan kondisi laut dapat membentuk kondisi cuaca di masa mendatang.

“Dengan proyeksi yang menunjukkan suhu laut musim panas di Inggris dapat meningkat hingga 2,5 celsius pada tahun 2050 , peristiwa seperti itu kemungkinan akan menjadi lebih sering terjadi, lebih intens, dan berlangsung lebih lama," kata Tinker.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau