Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MIND ID-PT Timah Kembangkan Proyek Logam Tanah Jarang

Kompas.com, 25 April 2025, 14:00 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Timah Tbk dan MIND ID tengah menjalankan proyek mineral logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth element dengan mengembangkan Pilot Plant LTJ di Tanjung Ular, Bangka Barat, Bangka Belitung.

Wakil Direktur Utama MIND ID, Dany Amrul Ichdan, mengatakan, proyek tersebut merupakan bentuk komitmen PT Timah dalam mendukung program hilirisasi mineral nasional sesuai arahan presiden.

"Rare earth elements ini terdiri dari 15 unsur, dengan unsur dominan antara lain cerium, lantanum, neodymium dan praseodimium," ujar Dani dalam keterangannya, Jumat (25/4/2025).

Dany menyampaikan, pihaknya memiliki kelolaan LTJ yang jarang dimiliki negara lain. Menurut dia, Indonesia mampu untuk memproses rare earth ini di dalam negeri, sehingga nilai tambah dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.

Baca juga: Peneliti: Hilirisasi Baja Perlu Perhatikan Aspek Keberlanjutan

"Dengan pengembangan rare earth ini, kami yakin Indonesia mampu menjadi basis bagi pengembangan ekosistem industri strategis masa depan," ungkap Dany.

Adapun MIND ID dan Timah fokus merevitalisasi dan memodifikasi Pilot Plant sebagai fasilitas pengolahan monasit, agar bisa dimanfaatkan kembali sebagai bagian dari pengembangan proyek.

Dengan begitu, perusahaan juga bisa mendororong hilirisasi melalui industrialisasi LTJ berbasis mineral ikutan dari penambangan timah. Terlebih, LTJ sangat dibutuhkan oleh industri magnet permanen, baterai hybrid, elektronik, dan katalis.

Direktur Pengembangan Usaha Timah, Dicky Octa Zahriadi, menjelaskan bahwa kini pihaknya sedang mencari mitra teknologi, guna mempercepat pengolahan monasit menjadi produk mix rare earth carbonate.

Baca juga: Studi: Hilirisasi Nikel Perlu Terapkan ESG untuk Ciptakan Pekerjaan Hijau

"Untuk mendukung pengembangan teknologi pengolahan monasit, Timah bekerja sama dengan berbagai lembaga mitra teknologi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri," papar Dicky.

Dia menjelaskan, logam jarang mengandung thorium yang dapat dioptimalkan menjadi sumber energi untuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Pilot Plant dimulai sejak 2010, namun terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengembangan fasilitas pengolahan ini.

Ketersediaan teknologi pengolahan yang teruji masih terbatas, sedikitnya opsi mitra strategis yang memiliki teknologi dan pengalaman, serta proses revitalisasi pilot plant memerlukan waktu dan dukungan teknis.

Baca juga: Celios Usulkan 16 Langkah Penguatan Hilirisasi Tembaga dan Bauksit

PT Timah berencana, membangun pabrik pengolahan LTJ skala komersial dengan bahan baku dari monasit sebagai mineral ikutan timah.

"Dengan adanya pengembangan REE di dalam negeri, Timah berupaya untuk memperluas rantai pasok industri berbasis sumber daya alam mineral nasional," ucap Dicky.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau