Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kotoran Penguin Mampu Dinginkan Planet, Bagaimana Caranya?

Kompas.com - 27/05/2025, 07:30 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Communications Earth & Environment menemukan bahwa amonia yang dilepaskan dari guano alias kotoran penguin dapat membantu mengatasi perubahan iklim.

Mengapa bisa begitu?

Menurut peneliti, uap amonia dari tumpukan kotoran di koloni penguin Antartika yang padat membantu meningkatkan pembentukan awan yang kemudian membantu pendinginan dengan memantulkan sinar matahari menjauh.

"Ini menunjukkan hubungan yang mendalam antara ekosistem dan proses atmosfer," kata Matthew Boyer di Universitas Helsinki di Finlandia, seperti dikutip dari New Scientist, Senin (26/5/2025).

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Anggur Cepat Matang, Punya Gula Lebih Tinggi

Keterkaitannya begini...

Untuk membentuk awan, uap air harus mengembun di sekitar partikel berukuran besar. Namun, partikel tersebut sulit ditemukan di udara Antartika yang dingin dan bersih.

Tanpa banyak debu, tumbuhan, atau polusi udara di sekitarnya, sebagian besar partikel yang tersedia untuk awan adalah gugusan molekul asam sulfat yang dihasilkan sebagai akibat emisi alami dari fitoplankton di perairan di sekitar benua.

Akan tetapi, konsentrasi amonia yang tinggi telah diketahui mempercepat pembentukan gugusan ini hingga seribu kali lipat.

Boyer dan rekan-rekannya mengukur konsentrasi amonia, asam sulfat, dan partikel yang lebih besar di udara sekitar tempat koloni penguin Adélie (Pygoscelis adeliae) yang beranggotakan 60.000 ekor hidup di Semenanjung Antartika.

Benar saja, ketika angin bertiup dari arah koloni, mereka menemukan konsentrasi amonia meningkat jauh di atas kadar yang ditemukan di udara yang datang dari arah lain.

Baca juga: Mengapa Lamun Penting untuk Tangkal Perubahan Iklim?

Peningkatan amonia ini juga mendorong pembentukan partikel asam sulfat yang cukup besar untuk mengembunkan air di sekitarnya, dan mungkin membentuk awan. Efek ini bertahan selama berminggu-minggu setelah penguin meninggalkan koloni.

Lebih banyak awan, terutama di atas lautan, akan memiliki efek pendinginan dengan memantulkan sinar matahari dari permukaan Bumi.

Boyer mengatakan, hal ini juga menyiratkan bahwa penurunan populasi penguin, misalnya karena hilangnya es laut yang disebabkan oleh perubahan iklim, dapat memiliki efek pemanasan di seluruh Antartika dengan mengurangi tutupan awan.

Namun, pengukuran yang dilakukan dalam penelitian saat ini tidak cukup untuk memperkirakan besarnya dampak tersebut.

Penelitian lain menunjukkan bahwa dampaknya bisa signifikan. Misalnya, Jeffrey Pierce di Colorado State University dan rekan-rekannya menemukan amonia dari ekskresi puffin di Kutub Utara juga meningkatkan tutupan awan selama musim panas.

Mereka memperkirakan hal ini mengakibatkan efek pendinginan yang membatalkan sepertiga pemanasan akibat karbon dioksida di udara di seluruh wilayah.

Baca juga: Es Kutub Leleh, Paus Kepala Busur Terancam Kehilangan Rumah

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
Usung Kearifan Lokal, BREWi JAYA Jadi Wujud Bisnis Berkelanjutan UB untuk Pendidikan Terjangkau
LSM/Figur
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
OECD: Biaya Kekeringan Diperkirakan Naik 35 Persen pada 2035
Pemerintah
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
Ramai PHK dan Susah Dapat Kerja? FAO Ajak Lirik Sektor Pertanian
LSM/Figur
Perubahan Iklim Bakal Bikin Aroma Vanila Alami Lebih Sulit Didapatkan
Perubahan Iklim Bakal Bikin Aroma Vanila Alami Lebih Sulit Didapatkan
LSM/Figur
KLH Perketat PROPER, Klaim Perusahaan Bakal Diikuti Survei Lapangan
KLH Perketat PROPER, Klaim Perusahaan Bakal Diikuti Survei Lapangan
Pemerintah
ITS Perluas Akses Beasiswa, Dorong Pendidikan Inklusif
ITS Perluas Akses Beasiswa, Dorong Pendidikan Inklusif
Swasta
MethaneSAT Hilang di Angkasa, Pemantauan Emisi Metana di Ujung Tanduk
MethaneSAT Hilang di Angkasa, Pemantauan Emisi Metana di Ujung Tanduk
Swasta
Mangrove Diselamatkan, Manusia dan Buaya Sama-Sama Aman
Mangrove Diselamatkan, Manusia dan Buaya Sama-Sama Aman
LSM/Figur
Jual Kayu Ilegal, Direktur Perusahaan Terancam 15 Tahun Penjara
Jual Kayu Ilegal, Direktur Perusahaan Terancam 15 Tahun Penjara
Pemerintah
Semua Kawasan Komersial di Jakarta Harus Kelola Sampah Mandiri, Tak Bebani APBD
Semua Kawasan Komersial di Jakarta Harus Kelola Sampah Mandiri, Tak Bebani APBD
Pemerintah
Bus Listrik Bisa Pangkas Emisi GRK, tetapi Berpotensi Jadi Proyek FOMO
Bus Listrik Bisa Pangkas Emisi GRK, tetapi Berpotensi Jadi Proyek FOMO
Swasta
Tambang Ancam Ekosistem Kerapu dan Ketahanan Pangan di Raja Ampat
Tambang Ancam Ekosistem Kerapu dan Ketahanan Pangan di Raja Ampat
LSM/Figur
Susu Terancam Panas Ekstrem, Produksinya Turun 10 Persen oleh Iklim
Susu Terancam Panas Ekstrem, Produksinya Turun 10 Persen oleh Iklim
Pemerintah
Setiap Makanan Berisiko Terkontaminasi Mikroplastik dari Kemasan
Setiap Makanan Berisiko Terkontaminasi Mikroplastik dari Kemasan
Pemerintah
Transisi Energi Terbarukan yang Adil Tingkatkan PDB Global 21 Persen
Transisi Energi Terbarukan yang Adil Tingkatkan PDB Global 21 Persen
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau