Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRIN-BATARA Kembangkan Bioenergi dengan Manfaatkan Tanaman Malapari

Kompas.com, 16 Juni 2025, 10:19 WIB
Eriana Widya Astuti,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebagai upaya mendorong transisi energi bersih sekaligus rehabilitasi lahan kering, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjalin kerja sama dengan PT BATARA melalui riset terapan pemanfaatan tanaman Pongamia pinnata atau Malapari.

Tanaman Malapari ini dipilih karena potensinya sebagai bahan baku bioenergi yang ramah lingkungan dan mampu tumbuh di kawasan pesisir yang terdampak iklim ekstrem.

Kepala Pusat Riset Botani Terapan BRIN, M. Imam Surya, mengatakan bahwa malapari ini bukan hanya tanaman strategis dari sisi ekologis, tetapi juga ekonomi.

“Ia memiliki kandungan minyak nabati yang tinggi sehingga memiliki potensi yang tinggi pula untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku bioenergi yang mendukung transisi energi bersih di Indonesia,” ujar Imam sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis di laman BRIN, Senin (16/6/2025).

Baca juga: Sektor Swasta Nilai Permen ESDM No.5/2025 Dukung Percepatan Investasi Energi Baru Terbarukan

Malapari ini merupakan tanaman asli India dan Asia Tenggara yang kini tersebar di berbagai wilayah tropis, termasuk Indonesia. Kemampuannya beradaptasi terhadap salinitas, penggenangan, dan udara terbuka menjadikannya cocok untuk kawasan pesisir seperti Lembata, Nusa Tenggara Timur.

Lebih lanjut, Imam mengatakan bahwa program ini dirancang tidak hanya untuk pengembangan bioenergi, tetapi juga sebagai model pengelolaan lanskap hutan berkelanjutan yang melibatkan masyarakat lokal.

Menurutnya, BRIN, melalui Pusat Riset Botani Terapan, akan melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan tanaman, kemampuan penyerapan karbon, serta kontribusinya terhadap kesejahteraan ekonomi warga setempat.

“Penanaman Malapari ini merupakan langkah awal membangun ekosistem riset terapan yang berdampak nyata bagi masyarakat. Kami juga akan melakukan pendampingan agar menghasilkan inovasi yang relevan dan berkelanjutan,” tambah Imam.

Sebagai bagian dari kerja sama ini, PT Radiant Utama dan PT BATARA telah menanam 500 bibit Malapari di Kabupaten Lembata pada Rabu (4/6/2025). Penanaman ini juga menandai dimulainya pembangunan Laboratorium Iklim Berbasis Komunitas — sebuah pusat riset, pengamatan, dan pemberdayaan masyarakat dalam merespons dampak perubahan iklim.

Menurut Imam, melalui laboratorium tersebut, BRIN bersama mitra lokal akan memastikan masyarakat Lembata tidak sekadar menjadi objek program, melainkan pelaku utama dalam konservasi dan adaptasi iklim.

Baca juga: BRIN Gaet Korsel untuk Kembangkan Teknologi Energi Baru Terbarukan

Imam juga mengatakan bahwa pihaknya berharap inovasi yang tumbuh dari daerah seperti Lembata dapat memberi kontribusi nyata dalam skala global.

Sementara itu, Koordinator Kerja Sama Riset BRIN–BATARA, Budi Leksono, menekankan pentingnya riset jangka panjang agar rehabilitasi lahan benar-benar berdampak secara ekologis dan ekonomi kepada masyarakat.

“Ini penting agar rehabilitasi lahan benar-benar berhasil secara ekologis dan ekonomi,” kata Budi.

Ia menyebut kolaborasi ini sebagai bentuk sinergi antara dunia usaha dan lembaga riset untuk menciptakan inovasi yang dapat diterapkan di berbagai wilayah rawan iklim di Indonesia.

Selain itu, penanaman awal 500 bibit Malapari di Lembata disebutnya sebagai pijakan dari target jangka panjang pemerintah daerah untuk menanam satu juta pohon Malapari varietas Lembata.

Menurutnya, upaya ini bukan hanya menyasar mitigasi perubahan iklim dan adaptasi masyarakat pesisir, tetapi juga diarahkan untuk mendukung pencapaian target nasional FOLU Net Sink 2030.

Di sisi lain, Budi mengatakan bahwa BRIN juga akan mendukung pengembangan benih unggul Malapari dengan pendekatan ilmiah dan menyusun rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah, khususnya dalam rehabilitasi lahan kritis.

Baca juga: PT BJA Tanam 11 Juta Pohon Gamal untuk Kembangkan Energi Baru Terbarukan

Selai itu, menurutnya riset bioenergi dari biji Malapari yang memiliki kandungan minyak nabati tinggi menjadi bagian dari upaya untuk membuka peluang integrasi antara konservasi lingkungan, ketahanan energi, dan ekonomi sirkular di wilayah kepulauan.

“Inisiatif ini dapat membuktikan bahwa sains, kebijakan, dan sektor swasta bisa berjalan selaras untuk menciptakan solusi yang berdampak besar bagi keberlanjutan lingkungan dan masyarakat,” tutup Imam.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Konsumsi BBM Diprediksi Turun karena Peralihan ke Kendaraan Listrik
Konsumsi BBM Diprediksi Turun karena Peralihan ke Kendaraan Listrik
Pemerintah
Cegah Banjir Berulang di Sumatera, Akademisi IPB Usul Moratorium Sawit
Cegah Banjir Berulang di Sumatera, Akademisi IPB Usul Moratorium Sawit
Pemerintah
Sistem Komando Dinilai Hambat Penanganan Banjir Sumatera
Sistem Komando Dinilai Hambat Penanganan Banjir Sumatera
LSM/Figur
Aceh Terancam Kekurangan Pangan hingga 3 Tahun ke Depan akibat Banjir
Aceh Terancam Kekurangan Pangan hingga 3 Tahun ke Depan akibat Banjir
Pemerintah
Ecoton Temukan Mikroplastik pada Air Hujan dari 4 Wilayah di Jawa Timur
Ecoton Temukan Mikroplastik pada Air Hujan dari 4 Wilayah di Jawa Timur
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau