Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pabrik Panel Surya Terbesar di Indonesia Bakal Produksi 1,4 Juta Lembar Per Tahun

Kompas.com, 20 Juni 2025, 08:03 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, meresmikan pabrik panel surya milik PT Trina Mas Agra Indonesia (TMAI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, Jawa Tengah, Kamis (19/6/2025).

Agus mengatakan bahwa pabrik panel surya PT TMAI menjadi tonggak penting bagi sektor industri dalam negeri dengan produksi panel berteknologi tinggi.

“Industri panel surya bukan hanya sebagai pemasok teknologi, tetapi juga sebagai katalisator terciptanya ekosistem energi surya nasional yang berdaulat,” ungkap Agus dalam keterangannya.

Dia menyebutkan pembangunan pabrik panel surya menelan investasi lebih dari Rp 1,5 triliun. Pabrik TMAI mulai beroperasi dengan kapasitas 1 gigawatt (GW) per tahun.

Baca juga: Gandeng Singapura, Pemerintah Bakal Bangun Industri Panel Surya di Riau

"Kami juga sangat mengapresiasi langkah strategis dari PT TMAI memproduksi panel surya dengan teknologi termutakhir i-Topcon dengan efisiensi mencapai 23 persen, yang mampu memproduksi per unit panel surya dengan kapasitas output maksimal 720 watt peak,” jelas Agus.

Dengan kapasitas tersebut, PT TMAI akan memproduksi sekitar 1,4 juta lembar panel surya per tahun. Artinya, kata Agus, ketergantungan RI dengan impor modul dan sel surya dari China, Malaysia, ataupun Vietnam bakal berkurang.

“Dengan adanya investasi yang dilakukan oleh PT TMAI tentu akan mendorong pembentukan ekosistem industri panel surya dalam negeri, dengan adanya pengunaan komponen lokal dari industri pendukung," ujar Agus.

"Ataupun percepatan hilirisasi yang berupa penyerapan produk sel surya dalam negeri hingga nantinya pengembangan produk wafer, ingot dan smelter polisilikon,” imbuh dia.

Pihaknya mencatat, PT Trina Mas Agra Indonesia menyerap 640 tenaga kerja yang ahli di bidang panel surya lantaran telah mendapatkan pelatihan di China. Agus menilai bahwa upaya tersebut membuktikan komitmen perusahaan terhadap pengembangan keahlian pekerjanya.

Baca juga: Rumput Laut Bisa Menjadi Pengganti Panel Surya untuk Hasilkan Energi

Dalam kesempatan itu, Agus turut menyoroti urgensi hilirisasi pasir silika yakni bahan baku utama panel surya. Cadangan pasir silika di Indonesia mencapai lebih dari 330 juta ton dengan potensi hingga 25 miliar ton.

"Nilai tambah pasir silika yang diolah menjadi wafer bisa mencapai 25 kali lipat, sehingga pengembangan rantai pasok industri dari hulu ke hilir menjadi prioritas ke depan," tutur Agus.

Pihaknya lantas mendorong PT TMAI untuk mencapai target awal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 41 persen.

Sementara ini, Kemenperin tengah menyiapkan tata cara baru penghitungan nilai TKDN guna mempercepat proses, mempermudah mekanisme, serta mengurangi beban biaya sertifikasi.

"Reformasi ini akan membuka ruang lebih luas bagi investasi baru dan usaha dalam negeri,” jelas dia.

Upaya tersebut sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang perubahan Perpres 16 Tahun 2018, yang mewajibkan penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.

Baca juga: Bersama China, Indonesia Bisa Dorong Energi Surya

Pabrik Panel Surya Terbesar

Wakil Direktur Utama PT TMAI, Lokita Prasetya, menuturkan pabrik sel dan modul surya perusahaannya telah terintegrasi. Ini menjadikannya pabrik panel surya terbesar di Indonesia.

Pabrik TMAI juga disebut bisa memprodukai salah satu panel surya terbesar di dunia.

“Kehadiran TMAI diharapkan bisa memberikan dampak positif terhadap perwujudan energi bersih di Indonesia serta membantu mengurangi ketergantungan terhadap impor komponen industri energi di Indonesia,” papar Lokita.

Pabrik sel dan modul surya terintegrasi TMAI merupakan kerja sama Trina Solar Co Ltd, PT Daya Sukses Makmur Selaras atau anak usaha dari PT Dian Swastatika Sentosa Tbk yang merupakan bagian dari Sinar Mas, serta PT PLN Indonesia Power Renewable.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Petakan 1.008 Calon Lokasi Kampung Nelayan Merah Putih
IPB Petakan 1.008 Calon Lokasi Kampung Nelayan Merah Putih
Pemerintah
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau