JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Lingkungan Hidup mencatat, hingga 1 Juli 2025, terdapat 382 titik panas dan 498 kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di berbagai provinsi, termasuk Kalimantan Timur.
Meskipun angka ini menurun 59 persen dibandingkan tahun 2024, pemerintah menilai potensi risiko kebakaran masih tinggi, terutama di wilayah rawan seperti lahan gambut.
Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa pemerintah akan memperkuat pengendalian kebakaran lahan (karla) sebagai bagian dari upaya menjaga keberlanjutan lingkungan.
Salah satu langkah yang diambil adalah mendorong kepala daerah untuk memverifikasi kesiapan sarana, prasarana, sumber daya manusia, dan pendanaan dari para pemrakarsa usaha.
“Sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah akan diterapkan bagi yang tidak memenuhi standar, dan sanksi pidana jika ketentuan administratif tersebut tetap tidak dijalankan,” ujar Hanif dalam keterangannya, Sabtu (5/7/2025).
Baca juga: Kebakaran Sebabkan 6,7 Juta Hektar Hutan Tropis Hilang pada 2024
Hanif mengatakan lima penyebab utama karla adalah pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan, konflik tenurial, keberadaan lahan tidur, ketidakhadiran pemilik lahan, serta aktivitas ilegal dan penyebaran api dari wilayah lain. Kondisi ini diperparah oleh musim kemarau dan masih digunakannya pembakaran dengan dalih tradisi lokal.
Ia juga menyoroti lemahnya pencegahan di sektor usaha. Berdasarkan data 2015-2024, terdapat 79 areal Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan yang mengalami kebakaran, dengan total luas mencapai sekitar 42.476 hektar.
“Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pemrakarsa usaha, khususnya di sektor kelapa sawit, belum menjalankan upaya maksimal dalam mencegah karla,” ujar Hanif.
Sebagai respons, pemerintah memperkuat koordinasi dengan pelaku usaha. Bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), KLH/BPLH menggelar Rapat Konsolidasi Lapangan Kesiapsiagaan Pengendalian Karhutla. Forum ini menjadi ruang untuk memperkuat sinergi antara pemerintah dan sektor swasta dalam menekan potensi kebakaran.
Hanif menegaskan bahwa keterlibatan dunia usaha krusial dalam mencegah kebakaran lahan, pencemaran lingkungan dan menjaga ketahanan pangan serta energi. Namun, dari 2.590 perusahaan yang telah disurati, baru 1.060 yang melaporkan kesiapsiagaan mereka.
Baca juga: Waspada Meningkatnya Kebakaran Hutan dan Lahan
Meski demikian, ia mengapresiasi langkah Gapki yang mewakili lebih dari 300 perusahaan di Kalimantan dalam memperkuat sistem deteksi dini kebakaran, menyiapkan sarana pemadaman, dan meningkatkan kapasitas personel tanggap darurat.
Sebagai bagian dari penguatan infrastruktur pengendalian, Hanif juga meresmikan pembangunan Kantor Pusat Pengendalian Lingkungan (Pusdal) di Kalimantan. Fasilitas ini dirancang sebagai pusat koordinasi regional dan pengambilan keputusan untuk penanganan isu lingkungan hidup.
Di akhir keterangannya, Hanif menegaskan bahwa KLH/BPLH akan terus memperkuat kerja sama lintas sektor dan penguatan sistem pengendalian lingkungan, terutama di wilayah rawan bencana ekologi seperti Kalimantan, sebagai bagian dari komitmen menjaga keberlanjutan lingkungan hidup di Indonesia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya