MENARIK pemberitaan di media massa soal Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang menguasai 2 juta hektar lahan sawit dan taman nasional.
Satgas PKH yang dibentuk melalui Perpres No 5/2025 pada 21 Januari 2025 alias baru berjalan kurang lebih tujuh bulan, telah menoreh prestasi dengan menguasai 2 juta ha lahan sawit ilegal, termasuk dalam kawasan Taman Nasional (TN) Tesso Nilo dan TN Kerinci Sebelat.
Satgas yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto dan diketuai oleh Menhan Syafri Syamsoedin sebagai pengarah nampaknya jauh lebih progresif dibandingkan Satgas yang hampir mirip era Joko Widodo.
Saat pemerintahan Jokowi, Satgas dibentuk melalui Keppres No 9/2023 tentang Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara, yang diketuai oleh Menko Investasi dan Kemaritiman saat itu, Luhut Pandjaitan.
Uniknya masa tugas Satgas yang dibentuk Jokowi hanya berlaku selama satu tahun (14 April 2023 – 30 September 2024) sampai masa tugas Jokowi berakhir. Sementara Satgas bentukan Prabowo berlaku mulai 21 Januari 2025 sampai waktu tugas Prabowo selesai.
Pada rencana awal, Satgas era Jokowi akan melegalkan 3,3 juta hektar kawasan sawit dalam kawasan hutan.
Baca juga: Ancaman Krisis Besar di Balik Kasus Tesso Nilo
Dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang terakhir pada 2024, Menteri LHK saat itu, Siti Nurbaya telah menerbitkan SK Menhut Nomor 36/2025, memuat 436 perusahaan sawit yang memiliki kebun tak berizin di kawasan hutan.
Dalam SK tersebut dinyatakan, lahan sawit seluas 790.474 hektar sedang berproses untuk penyelesaian alias pemutihan.
Sedangkan lahan seluas 317.253 hektar lainnya, ditolak permohonan pemutihan, karena tidak memenuhi pasal 110A Undang-undang Cipta Kerja (UUCK).
Sementara Satgas era Prabowo dapat menguasai 2 juta ha lahan sawit ilegal dalam kawasan hutan.
Pengertian menguasai lahan sawit ilegal di sini adalah Satgas PKH telah melakukan pengembalian areal kegiatan usaha perkebunan sawit ilegal kepada negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ketua Pelaksana Satgas PKH RI Febrie Adriansyah mengatakan, penguasaan kembali lahan itu dilakukan dalam dua tahap.
Mulanya mereka menguasai 1,01 juta hektar pada Februari-Maret 2025. Selama itu, Satgas PKH bergerak di sembilan provinsi dan 369 korporasi.
Pada tahap II, seluas 1,07 hektar dikuasai. Hal tersebut dilakukan di 12 provinsi dan 315 perusahaan selama April-Juni 2025.
Total luasan kawasan hutan yang telah ditertibkan melalui kegiatan penguasaan kembali adalah 2.092.393,53 hektar.
Dari 2 juta hektar lahan yang telah dikuasai itu, sebagian lahan sawitnya diserahkan ke PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) untuk pengelolaan. Sedangkan lahan taman nasional akan dilakukan forestasi/reboisasi.
Satgas PKH telah melakukan penyerahan dan penitipan kebun sawit kepada PT Agrinas Palma Nusantara sebanyak dua tahap.
Dalam dua tahap itu, Satgas PKH telah menyerahkan 438.866,171 hektar. Perusahaan yang menerima termasuk dalam Duta Palma Group.
Baca juga: Kisah Luka Tesso Nilo
Meskipun negara telah menguasai lahan sawit seluas 2 juta hektar, bukan berarti Satgas PKH atau pemerintah telah selesai dalam menertibkan kawasan hutan dari kegiatan yang bersifat ilegal.
Lantas, apa saja kegiatan atau tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan pemerintah untuk menangani sawit 2 juta hektar ini?
Dalam Perpres 5/2025 disebutkan bahwa tugas Satgas PKH adalah penagihan denda administratif; penguasaan kembali kawasan hutan; dan/ atau pemulihan aset di kawasan hutan.
Dalam koridor regulasi Peraturan Pemerintah (PP) No 24/2021 tentang Tata Cara Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan, langkah penguasaan kembali kawasan hutan oleh negara adalah langkah kedua setelah usaha/kegiatan ilegal dalam kawasan hutan diberikan kesempatan untuk mengurus perizinan dan membayar denda sanksi administratif atas pelanggarannya tak kunjung dipenuhi sampai batas waktu yang telah ditetapkan oleh regulasi dan ketentuan yang berlaku.
Dalam harian Kompas, Selasa (8/4/2025), saya menulis tentang kebun sawit ilegal dalam kawasan hutan dan sepak terjang Satgas PKH bentukan Presiden Prabowo terkait dengan PP No 24/2025 dengan beberapa catatan.
Pertama, pengusaan lahan-lahan sawit yang tersebar di 9 provinsi, 64 kabupaten dan 369 perusahaan ini sudah masuk dalam ranah penyitaan aset perusahaan/perorangan menurut terminologi PP 24/2021.
Bagaimana dengan kegiatan pemblokiran dan pencegahan keluar negeri?
Kedua, meskipun lahan-lahan sawit seluas 2 juta ha telah dikuasai oleh negara, tapi tidak menghilangkan sanksi denda administratif berupa kewajiban pembayaran PNBP yang mesti ditagih berupa pungutan DR dan PSDH.
Baca juga: Kebun Sawit di Sekitar TN Tesso Nilo Bakal Dikelola BUMN, Warga Menolak
Pertanyaannya adalah berapa besarnya denda administratif yang dipungut dari DR dan PSDH dari penguasaan lahan sawit seluas 2 juta ha dan berapa pula besarnya denda tersebut yang telah dipungut oleh Satgas PKH?
Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) no. SK 661/2023, penetapan tarif PNBP adalah Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) terhadap kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dalam kelompok pasal 110 A dalam UU Cipta Kerja; dan PNBP kawasan hutan sebagai denda administratif di bidang kehutanan terhadap kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam kawasan hutan tanpa perizinan di bidang kehutanan dalam kelompok pasal 110 B dalam UU Cipta Kerja.
Jenis yang digunakan kayu rimba campuran, sortimen kayu bulat sedang dengan tarif PSDH tertinggi sebesar Rp 48.000 permeter persegi dan tarif DR tertinggi sebesar 13 dollar AS permeter persegi.
Taksiran volume kayu didasarkan atas desk analysis dengan potensi tegakan rata-rata 25,7 meter persegi/ha.
Sementara itu, PNBP kawasan hutan untuk perkebunan sawit tanpa izin kehutanan adalah sebesar Rp 1.600.000 ha/tahun untuk yang berada di dalam kawasan hutan produksi dan Rp 2.000.000/ha/tahun untuk yang berada di dalam kawasan hutan lindung dan hutan konservasi.
Ketiga, penyerahan lahan sawit kepada PT. Agrinas Palma Nusantara sebagai BUMN perkebunan menjadi seluas 438.866,171 hektar harusnya bersifat sementara.
Dalam skema penyitaan aset negara menurut PP 24/2021, menteri dapat menitipkan barang yang telah disita kepada setiap orang atau disimpan di kantor kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan dan/atau di tempat lain.
Barang yang disita digunakan untuk membayar denda administratif. Kalau PT Agrimas Palma Nusantara ingin menguasai dan mengelola kebun tersebut harus juga mengikuti proses lelang yang dilakukan oleh kantor lelang.
Keempat, Satgas PKH juga harus memilah kebun sawit dalam kawasan hutan yang masuk hutan produksi dan masuk hutan lindung dan hutan konservasi.
Untuk kebun sawit dalam kawasan hutan lindung dan hutan konservasi sudah secara otomatis dikembalikan fungsinya lagi menjadi kawasan hutan. Terdapat kebun sawit dalam kawasan hutan konservasi seluas 115.694 ha dan hutan lindung 174.910 ha.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya