Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohamad Burhanudin
Pemerhati Kebijakan Lingkungan

Penulis lepas; Environmental Specialist Yayasan KEHATI

Ancaman Krisis Besar di Balik Kasus Tesso Nilo

Kompas.com, 1 Juli 2025, 13:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERTENGAHAN Juni 2025, publik dikejutkan laporan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) tentang hilangnya hutan di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Satgas mencatat, dari luas kawasan hutan TNTN pada 2014 yang mencapai 81.793 hektar, kini hanya tersisa sekitar 12.561 hektar atau 15 persen saja.

Artinya, sekitar 69.000 hektar hutan telah hilang, dan sekitar 40.000 hektar di antaranya berubah menjadi perkebunan kelapa sawit (Kompas.com, 20 Juni 2025).

Temuan Satgas juga menunjukkan indikasi serius, yakni terbitnya sejumlah Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah yang seharusnya menjadi kawasan konservasi TNTN.

Dugaan sementara, penerbitan sertifikat itu tidak lepas dari praktik korupsi. Tak hanya itu, warga di kawasan TNTN didapati memegang Surat Keterangan Tanah (SKT) serta KTP palsu.

Bahkan di dalam kawasan sudah berdiri infrastruktur resmi seperti tiang listrik, sekolah, hingga rumah ibadah.

Kondisi ini sungguh ironis. TNTN adalah benteng terakhir bagi keberlangsungan biodiversitas hutan hujan tropis Sumatera, habitat penting satwa liar langka seperti harimau sumatera dan gajah sumatera.

Baca juga: Pemerintah Pulihkan 401 Hektare Lahan yang Ditanami Sawit di Tesso Nilo

Menurut regulasi, kawasan taman nasional sama sekali tidak boleh dialihfungsikan untuk produksi maupun permukiman. Namun faktanya, hukum sering tidak cukup kuat melawan derasnya kepentingan ekonomi dan kekuasaan.

Kasus Tesso Nilo sebetulnya hanya potret kecil dari fenomena yang jauh lebih besar. Di banyak kawasan konservasi dan lindung, polanya selalu serupa: hutan diambil alih, dijadikan kebun sawit atau pertanian, didukung dokumen tanah palsu, lalu masuk perusahaan besar yang membeli lahan ilegal, menciptakan konflik sosial-ekonomi, dan memunculkan konflik dengan satwa liar.

Ujungnya, penegakan hukum lemah dan upaya rehabilitasi tersendat karena politik lokal, keterbatasan sumber daya, dan lemahnya pengawasan.

Lebih menyedihkan lagi, tidak semua perusakan kawasan hutan berjalan lewat jalur ilegal. Banyak yang justru legal melalui izin resmi.

Aktivitas pertambangan, misalnya, diperbolehkan dalam kawasan hutan produksi maupun di kawasan hutan lindung secara terbatas melalui metode bawah tanah.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, kemudian UU No 41 Tahun 1999, hingga UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja membuka celah regulasi tersebut.

Pasal 38 UU No 41/1999 menegaskan bahwa pembangunan di luar fungsi kehutanan — termasuk tambang, jaringan listrik, hingga sarana pertahanan — tetap diperbolehkan lewat izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang dikeluarkan pemerintah.

Sayangnya, celah ini sering dimanfaatkan tanpa pengendalian. Pemerintah sebenarnya wajib menetapkan batas minimal luas kawasan hutan per provinsi atau DAS (daerah aliran sungai), sebagaimana diatur dalam PP Nomor 23 Tahun 2021 turunan UU Cipta Kerja.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
BUMN
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Swasta
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pemerintah
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Pemerintah
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
LSM/Figur
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Swasta
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
LSM/Figur
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Swasta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
BUMN
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Pemerintah
BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat yang Bisa Picu Banjir Sepekan ke Depan
BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat yang Bisa Picu Banjir Sepekan ke Depan
Pemerintah
4 Pemburu Satwa Liar di TN Merbabu Terancam 15 Tahun Penjara
4 Pemburu Satwa Liar di TN Merbabu Terancam 15 Tahun Penjara
Pemerintah
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Pemerintah
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
LSM/Figur
Kata Walhi, RI dan Brasil Kontraproduktif Atasi Krisis Iklim jika Transisi Energi Andalkan Lahan
Kata Walhi, RI dan Brasil Kontraproduktif Atasi Krisis Iklim jika Transisi Energi Andalkan Lahan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau