Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musim-Musim Baru Bermunculan karena Kerusakan Lingkungan, Apa Dampaknya?

Kompas.com, 5 Agustus 2025, 18:03 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Thomas Smith dan Felicia Liu dalam studinya yang terbit di Progress in Environmental Geography yang terbit 12 Juni 2025 mengungkap bahwa musim-musim baru bermunculan seiring semakin parahnya krisis lingkungan.

Munculnya musim-musim baru tersebut menandai interseksionalitas manusia dengan musim. Musim bisa merupakan sesuatu yang terjadi secara alami, tetapi juga bisa karena kebudayaan manusia.   

Dalam tulisannya di The Conversation, Juli 2025 lalu, Smith dan Liu mencontohkan, sejumlah musim misalnya adalah musim kabut asap. Musim ini awalnya tak ada, tetapi praktik manusia mengembangkan perkebunan monokultur serta pembakaran lahan memunculkannya. 

Musim lain adalah musim sampah tahunan, misalnya yang terjadi di Bali antara November hingga Maret, saat laut membawa sampah-sampah lautan ke daratan. Musim ini memang berkaitan dengan pasang surut, tetapi hanya bisa muncul karena adanya akumulasi sampah.

Selain memunculkan musim, ulah manusia juga bisa menghilangkan musim. Perubahan iklim mendorong penyusutan es di wilayah Alpen yang pada gilirannya bisa menghilangkan musim olahraga ski es. 

Di Inggris, perubahan iklim dan perusakan lingkungan memengaruhi migrasi burung. Pada gilirannya mengakibatkan hilangnya musim kawin burung laut di Inggris utara yang tadinya selalu terjadi di waktu-waktu tertentu. 

Baca juga: Tinggal 3 Tahun, Kita Kehabisan Waktu Atasi Krisis Iklim jika Tak Gerak Cepat

Bumi dan musim-musimnya seolah mengembangkan ritme baru. Musim panas menjadi lebih gerah dan musim dingin semakin sejuk di daerah beriklim sedang. Dan itu berdampak pada musim-musim yang diciptakan manusia.

Smith dan Liu, meminjam istilah kardiologi, mengungkapkan bahwa musim kini menjadi aritmik. Seiring dengan musim dingin, hujan, kemarau yang tak terduga, musim tanam, musim hibernasi, dan lainnya pun tak beraturan. 

Dampak musim yang tak beraturan luar biasa. Di Mekong, curah hujan menentukan sukses dan tidaknya pertanian dan perikanan. Debit air tak menentuk menghalangi migrasi ikan dan akumulasi sedimen yang dibutuhkan pertanian.

Ketidakpastian musim, kata Smith dan Liu, menyempitkan perspektif manusia tentang waktu dan lingkungan. Manusia kini berpikir tentang waktu dalam hitungan hari, jam, serta menit, melupakan cara-cara lama berdasarkan ritme alami seperti datangnya musim hujan.

Padahal, Smith dan Liu, keberagaman perspektif, khususnya dari sistem pengetahuan masyarakat adat bisa meningkatkan kemampuan manusia untuk merespon perubahan lingkungan.

Musim pada dasarnya bukan sekadar pembagian waktu, tetapi juga mencerminkan hubungan manusia dengan alam. Upaya menemukan keselarasan dengan ritme musim yang berubah penting untuk membangun masa depan yang berkelanjutan.

Baca juga: India Alami Musim Hujan Paling Dini dalam 14 Tahun, Bawa Berkah Sekaligus Musibah

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
LSM/Figur
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Pemerintah
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
LSM/Figur
Solusi Tas Spunbond Menumpuk, Jangan Diperlakukan Seperti Kantong Plastik
Solusi Tas Spunbond Menumpuk, Jangan Diperlakukan Seperti Kantong Plastik
LSM/Figur
Kemenhut Bolehkan Warga Manfaatkan Gelondongan Kayu Terbawa Banjir Sumatera
Kemenhut Bolehkan Warga Manfaatkan Gelondongan Kayu Terbawa Banjir Sumatera
Pemerintah
3 Orangutan Dilepasliar ke TN Bukit Baka Bukit Raya Kalimantan Barat
3 Orangutan Dilepasliar ke TN Bukit Baka Bukit Raya Kalimantan Barat
LSM/Figur
KLH Segel 5 Tambang di Sumatera Barat, Diduga Picu Banjir Sumatera
KLH Segel 5 Tambang di Sumatera Barat, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Banjir Bandang Dinilai Munculkan Risiko terhadap Keanekaragaman Hayati Sumatra
Banjir Bandang Dinilai Munculkan Risiko terhadap Keanekaragaman Hayati Sumatra
LSM/Figur
Keanekaragaman Hayati Tebet Eco Park, 20 Jenis Burung hingga Reptil Teridentifikasi
Keanekaragaman Hayati Tebet Eco Park, 20 Jenis Burung hingga Reptil Teridentifikasi
LSM/Figur
Dampak CO2 pada Pangan, Nutrisi Hilang dan Kalori Bertambah
Dampak CO2 pada Pangan, Nutrisi Hilang dan Kalori Bertambah
Swasta
Indonesia Disebut Terbelakang dalam Kebencanaan akibat Anggaran Terlalu Kecil
Indonesia Disebut Terbelakang dalam Kebencanaan akibat Anggaran Terlalu Kecil
LSM/Figur
Status Kawasan Hutan Bikin Ribuan Desa Tertinggal, Bisa Picu Konflik Agraria
Status Kawasan Hutan Bikin Ribuan Desa Tertinggal, Bisa Picu Konflik Agraria
Pemerintah
Pakar Tanyakan Alasan Indonesia Tolak Bantuan Asing untuk Korban Banjir Sumatera
Pakar Tanyakan Alasan Indonesia Tolak Bantuan Asing untuk Korban Banjir Sumatera
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau