KOMPAS.com - Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat, mengungkapkan bahwa belum matangnya budaya filantropi di Indonesia dipengaruhi oleh krisis kepercayaan publik dan minimnya transparansi.
Dalam acara Filantropi Fifest 2025 yang digelar di Jakarta, Kamis (7/8/2025), Komaruddin mencontohkan kegiatan diskusi mahasiswa yang saat ini sering diwarnai prasangka terkait latar belakang politik.
"Pada tahun 1980-an ketika saya aktif di kalangan mahasiswa itu diskusi lebih ilmiah, tidak mungkin langsung mengkritik negara, negara saat itu sangat poweful. Sekarang mahasiswa kalau diskusi, itu kelompok mana ya, support siapa ya, ini relawan siapa," terangnya.
"Trust itu sudah berkurang. Ini mata-mata siapa ya? Bahkan ngomong pun tak leluasa. Dan kedua, tidak lama kemudian, dia sudah menjadi komisaris di sana, sudah staf ahli di sana," ujar Komaruddin yang mulai menjabat Ketua Dewan Pers pada Mei lalu.
Kurangnya kepercayaan membuat siapa pun pihaknya tidak punya semangat, pesimis dengan reward yang akan didapatkan dari sebuah kerja keras, serta meragukan inisiatif apapun, tak terkecuali soal donasi dan filantropi.
Komaruddin mengungkapkan, filantropi sebenarnya merupakan budaya yang mengakar dalam masayarakat Indonesia. Berbagi kekayaan alam untuk kesejahteraan bersama, misalnya, sudah jadi tradisi banyak masyarakat.
Ketika keberlanjutan dan perkembangan budaya filantropi itu terhambat oleh kepercayaan, maka yang perlu dibangun adalah akuntabilitas. Dalam hal itu, pemerintah punya peran yang penting.
"Secara kultural luar biasa filantropi ini. Tetapi, kita membutuhkan pendekatan struktural. Tanpa pembangunan struktural, institusional, sulit filantropi itu akan besar. Bisa saja terjadi, tetapi akan sulit," urai Komaruddin.
Indonesia sebenarnya punya contoh sukses. Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) adalah salah satunya. Pada masa Orde Baru, Indonesia juga punya Yayasan Amal Bhakti Pancasila.
Kunci keberhasilan, kata Komaruddin, adalah dukungan pemerintah sehingga secara struktural bisa berkembang. Karenanya, Indonesia perlu pemerintah yang bersih serta akuntabel agar kepercayaan terbangun.
"Saya yakin, budaya filantropi, budaya zakat, semangat bayar pajak, akan besar kalau ada akuntabilitas," tegas Komaruddin.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya