Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perundingan Plastik Global Kritis, Negara Minyak Ganggu Konsensus

Kompas.com, 7 Agustus 2025, 11:35 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - World Wildlife Fund (WWF) mendesak negara-negara dalam perundingan Perjanjian Plastik Global (INC-5.2) lebih ambisius mengakhiri polusi plastik. INC-5.2 tengah berlangsung di Jenewa, Swiss pada 5-14 Agustus 2025.

Global Plastics Policy Lead WWF, Zaynab Sadan, menyebut apabila gagal lagi mencapai konsensus pertemuan itu hanya akan berakhir pada perjanjian lemah yang merugikan masyarakat global.

“Dalam situasi geopolitik yang terus berubah, perundingan ini berada di ujung tanduk," ungkap Sadan dalam keterangannya, Rabu (6/8/2025).

"Negara-negara produsen minyak bumi telah memanfaatkan mekanisme konsensus bukan untuk membangun kesepakatan, melainkan untuk merusaknya. Ini bukanlah multilateralisme, tapi obstruksionisme,” imbuh dia.

Baca juga: Plastik Bikin Boncos, Kerugiannya Tembus 1,5 Triliun Dolar AS

Kendati demikian, dia berpendapat bahwa absennya konsensus bukan berarti tak ada jalan keluar. Mayoritas negara yang ambisius harus berani melakukan pemungutan suara atau membentuk koalisi.

"Dengan meninggalkan pihak-pihak yang terus menghalangi tanpa iktikad baik dan memanfaatkan kekuatan kolektif yang mereka miliki, negara-negara ini bisa mendorong lahirnya perjanjian yang benar-benar melindungi manusia," papar Sadan.

Kesepakatan global mengenai plastik kerap gagal lantaran tidak tercapainya konsensus. Pada perundingan di Busan, misalnya, yang digelar pada Desember 2024. Sadan menjelaskan, perundingan INC telah melewati tenggat waktu, sementara setiap harinya sekitar 30.000 ton plastik mengalir ke lautan.

"Gagal merumuskan perjanjian yang kuat di INC-5.2 hanya akan memperburuk krisis ini menjadikannya lebih sulit, mahal, dan berbahaya bagi masyarakat dunia," tutur dia.

Risiko Plastik

Berdasarkan laporan WWF dan Universitas Birmingham berjudul Plastics, Health and One Planet ada hampir 200 studi ilmiah terkait risiko plastik terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

Baca juga: 568 Sarang Diteliti dan Terkuaklah, Banyak Anak Burung Mati Tercekik Plastik

Laporan tersebut menyoroti bagaimana mikro dan nanoplastik maupun bahan kimia aditif dalam plastik dapat memicu disrupsi endokrin, kanker terkait hormon, penurunan kesuburan, hingga penyakit pernapasan kronis.

Karenanya, Profesor Ecohydrology and Biogeochemistry Universitas Birmingham, Stefan Krause, menekankan agar negara anggota melahirkan perjanjian berbasis sains dan mengikat secara hukum.

"Yang tidak hanya melarang produk dan bahan kimia plastik paling berbahaya, tetapi juga menjadikan perlindungan terhadap manusia, satwa, dan lingkungan sebagai mandat utama," ucap Krause.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Internasional dan Diplomasi Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Erik Teguh Primiantoro, memastikan pengelolaan sampah plastik agenda strategis nasional. Pihaknya menargetkan 100 persen sampah plastik terkelola pada 2029.

Setidaknya, Indonesia menghasilkan 7,8 juta ton sampah plastik per tahunnya dengan sebagian besar belum terkelola dengan baik.

"Untuk mencapainya, pendekatan yang Indonesia dorong tidak lagi parsial, tetapi dari hulu ke hilir. Ini termasuk memastikan hanya residu yang akhirnya masuk ke TPA, serta mendorong pemanfaatan citra satelit untuk memantau dan merespons pencemaran plastik secara real-time," jelas Erik.

Baca juga: RI Butuh Rp 300 Triliun untuk Bangun Fasilitas Pengelolaan Sampah

Dalam proses negosiasi Global Plastic Treaty, Indonesia berkomitmen mendorong kesepakatan yang berpihak pada keadilan lingkungan.

Melalui perjanjian ini, pemerintah berharap akan ada mekanisme global yang mengikat dan adil, yang mendorong transformasi sistem produksi plastik menjadi lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
 RI Belum Maksimalkan  Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
RI Belum Maksimalkan Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
LSM/Figur
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Swasta
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Pemerintah
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
LSM/Figur
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
Pemerintah
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
LSM/Figur
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Pemerintah
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Swasta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
Pemerintah
Bupati Agam Beberkan Kondisi Pasca-Banjir Bandang
Bupati Agam Beberkan Kondisi Pasca-Banjir Bandang
Pemerintah
Banjir Sumatera Berpotensi Terulang Lagi akibat Kelemahan Tata Kelola
Banjir Sumatera Berpotensi Terulang Lagi akibat Kelemahan Tata Kelola
LSM/Figur
INDEF: Struktur Tenaga Kerja di Indonesia Rentan Diganti Teknologi
INDEF: Struktur Tenaga Kerja di Indonesia Rentan Diganti Teknologi
LSM/Figur
Perangi Greenwashing, Industri Fashion Segera Luncurkan Paspor Produk
Perangi Greenwashing, Industri Fashion Segera Luncurkan Paspor Produk
Pemerintah
Bencana Iklim 2025 Renggut Lebih dari Rp 2.000 Triliun, Asia Paling Terdampak
Bencana Iklim 2025 Renggut Lebih dari Rp 2.000 Triliun, Asia Paling Terdampak
LSM/Figur
BNPB Catat 3.176 Bencana Alam di Indonesia 2025, Banjir dan Longsor Mendominasi
BNPB Catat 3.176 Bencana Alam di Indonesia 2025, Banjir dan Longsor Mendominasi
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau