Jakarta, Kompas.com - Krisis iklim telah menjadi permasalahan mendasar di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sigi, Afif Lamakarate mengatakan, dampak nyata krisis iklim di wilayahnya dapat ditinjau dari cuaca ekstrem dan bencana alam.
Cuaca di Kabupaten Sigi saat ini sudah tidak bisa diprediksi lagi. "Oh, ya, hujan, terus tiba-tiba dia panas, (itu) sudah (berlangsung) lama, dan lain sebagainya. Nah, ini tentunya menjadi tantangan itu sendiri buat pemerintah dan buat para petani," ujar Afit dalam webinar Kabupaten Bergerak; Inovasi Menuju Masa Depan Lestari dan Berdaya, Senin (25/8/2025).
Selain cuaca ekstrem, Kabupaten Sigi juga menghadapi tantangan bencana alam. Kabupaten Sigi kerap dilanda banjir bandang, tanah longsor, serta berbagai bencana alam lain yang mengancam sumber kehidupan masyarakat di sektor pertanian dan perkebunan.
Bahkan, pada 2018 lalu, bencana gempa bumi melanda Kabupaten Sigi, yang diperparah dengan curah hujan tinggi dan banjir bandang. Afit meyakini, kondisi serupa berpotensi terjadi lagi dan diperburuk dengan fenomena angin kencang.
“Kondisi-kondisi seperti ini semakin menyadarkan kami, pemerintah dan masyarakat, bahwa kita harus menjaga hutan dan lingkungan,” tutur Afit.
Kabupaten Sigi menjadi salah satu daerah di Sulawesi Tengah yang masih mempertahankan kondisi lingkungan yang baik.
Kabupaten Sigi menolak tawaran pengembangan sektor pertambangan dan memilih pembangunan berkelanjutan berbasis ekonomi hijau.
Pemerintah Kabupaten Sigi berupaya mencari solusi berkelanjutan melalui peningkatan kesadaran masyarakat dan kolaborasi.
Menurut Afit, penting untuk menyadarkan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian dan perkebunan terkait kondisi Kabupaten Sigi yang sangat rentan terhadap berbagai macam potensi bencana. Termasuk pula terkait permasalahan peningkatan jumlah sampah yang dibuang masyarakat.
Di sisi lain, kolaborasi dianggap penting karena pemerintah daerah tidak dapat lagi mengurus seluruh aspek pembangunan sendirian. Kolaborasi dengan berbagai pihak dilakukan untuk mendorong peningkatan perekonomian di sektor pertanian dan perkebunan.
"APBD (kabupaten) Sigi yang secara perhitungan fiskal umum masuk dalam kategori rendah, maka kami akan banyak berputar-putar kan. (tapi), kami tidak ingin menyerah. Kami akan melakukan penguatan yang berbasis, misalnya, pelaku bisnis-bisnis yang dikaitkan dengan pembangunan berkelanjutan.
Hal ini terus didorong oleh Kabupaten Sigi, bersama kawan-kawan UKM," tutur Afit.
Ia berharap, pembangunan berkelanjutan berbasis ekonomi hijau dapat meningkatkan perekonomian di Kabupaten Sigi.
Pemerintah Kabupaten Sigi akan mengukur dampak ekonomi hijau secara detail, termasuk kontribusi dari berbagai produk tertentu seperti kopi, serta dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat.
"Kami ingin menghitung nantinya, sesuai dengan target kami di tahun 2030 itu bisa enak dihitung. Nah, sumbangan ekonomi hijau itu berapa persen? Bahkan kami lebih detail, mau menambah. Di mana? Siapa yang mendapatkannya? Dan sebagainya," ujar Afit.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya