KOMPAS.com - Kawasan Asia-Pasifik diprediksi akan mencapai akses listrik yang merata pada tahun 2030, sebuah pencapaian besar dalam pembangunan berkelanjutan global.
Namun, Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) memperingatkan bahwa kemajuan pada target energi penting lainnya berjalan sangat lambat.
Menurut Laporan Tren Regional ESCAP tentang Energi untuk Pembangunan Berkelanjutan, yang diterbitkan pada 3 September 2025, elektrifikasi di kawasan ini memang hampir selesai.
Laporan ini juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan energi terbarukan terlalu lamban, perbaikan efisiensi energi mandek, dan isu penggunaan alat masak bersih masih terabaikan.
Melansir Down to Earth, Rabu (3/9/2025) tingkat elektrifikasi di kawasan Asia Pasifik naik menjadi 98,6 persen pada tahun 2023, menyisakan sekitar 50 juta orang tanpa akses listrik.
Akses di perkotaan bahkan sudah hampir merata, sedangkan cakupan di pedesaan telah mencapai 97,4 persen.
Baca juga: Pemakaian AI Melesat, Pertanian Asia Pasifik Bakal Lebih Adaptif Iklim
Meskipun demikian, laporan tersebut menekankan bahwa jutaan rumah tangga yang sudah terhubung ke jaringan listrik masih mengalami pasokan yang tidak andal, seringnya pemadaman, dan keterbatasan biaya.
Badan PBB itu mengingatkan bahwa indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 7 hanya menghitung sambungan listrik, bukan mengukur ketersediaan, keandalan, atau biayanya.
Kesenjangan ini, menurut laporan, sangat penting untuk memastikan akses listrik benar-benar memberikan manfaat sosial-ekonomi.
Kawasan Asia Pasifik juga telah menjadi pusat global dalam ekspansi energi terbarukan. Kapasitas listrik terbarukan yang terpasang meningkat dari 568 gigawatt (GW) pada tahun 2013 menjadi 1.785 GW pada tahun 2023.
Kapasitas per kapita juga naik tiga kali lipat, dari 151 watt menjadi 451 watt. Sebagian besar pertumbuhan ini didorong oleh penurunan biaya panel surya (PV) dan angin.
Namun, energi terbarukan masih menjadi bagian yang sangat kecil dari keseluruhan bauran energi. Kontribusinya terhadap total pasokan energi di kawasan ini hanya naik sedikit, menjadi 16,3 persen pada 2022, dan energi terbarukan modern hanya mencakup 11,2 persen dari total konsumsi energi akhir.
Laporan juga menyoroti mengenai akses terhadap bahan bakar dan teknologi memasak bersih masih belum memadai.
Meskipun cakupannya telah meningkat dari 38 persen pada tahun 2000 menjadi 78,9 persen pada tahun 2023, hampir satu miliar orang di kawasan ini masih bergantung pada bahan bakar yang berpolusi, seperti biomassa, arang, dan minyak tanah.
Laporan ini menggarisbawahi dampak serius dari kesenjangan ini terhadap kesehatan dan kehidupan sosial.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya