Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vandana Shiva Dorong Pertanian Organik, Guru Besar IPB Ingatkan Risikonya

Kompas.com - 01/09/2025, 11:02 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Aktivis lingkungan India, Vandana Shiva, dalam bukunya "Kodrat Alam; Gangguan Metabolik Perubahan Iklim" (2025), menulis bahwa pergeseran dari sistem pangan berbasis keanekaragaman hayati menuju sistem berbahan bakar minyak, fosil, dan kimia telah melanggar siklus ekologi bumi.

Menurut Shiva, pergeseran tersebut menciptakan paradigma ekstraktivisme dan menghasilkan limbah yang mencemari air, tanah, atmosfer, hingga makanan manusia. Limbah dari sistem pangan berbahan bakar minyak, fosil, dan kimia, katanya, memicu krisis iklim, pandemi penyakit kronis, serta gangguan metabolisme bumi dan manusia.

"Pertanian bebas bahan bakar fosil atau bebas bahan bakar kimia dan mengembalikan partikel organik ke tanah memungkinkan keanekaragaman tanah kembali muncul, karena simbiosis antara tanaman dan organisme tanah, seperti jamur mikoriza, memproduksi pangan lebih sehat," tulis Shiva.

Namun, Guru Besar IPB University, Dwi Andreas Santosa, tidak sependapat dengan gagasan pertanian organik tanpa minyak, fosil, dan kimia.

"Bagaimana ke depan menyelaraskan antara pikiran-pikiran (Vandana Shiva) yang seperti tadi dan perkembangan ilmu yang ada. Untuk itu tadi saya ingatkan juga, hati-hati dengan gerakan pertanian organik. Kalau itu kita laksanakan secara radikal, itu bisa berat. Contohnya sudah ada, Sri Lanka," ujarnya dalam webinar peluncuran buku Kodrat Alam, Jumat (29/8/2025).

Andreas mencontohkan kegagalan Sri Lanka pada 2022, ketika negara tersebut meninggalkan pola pertanian konvensional dan beralih sepenuhnya ke pertanian organik.

"Sri Lanka mencanangkan diri menjadi negara pertanian organik dunia. Sri Lanka akan mengekspor produknya ke luar negeri dan mau diorganikkan seluruhnya di seluruh negara. Dengan cara apa? Melarang impor pupuk kimia. Lalu apa yang terjadi? Yang terjadi, produksi panen padi pada saat itu turun 40 persen sampai 50 persen," kata Andreas.

Kegagalan itu berujung pada krisis pangan, kekacauan sosial, hingga penggulingan Presiden Gotabaya Rajapaksa.

Baca juga: Pakar UGM Sebut Perubahan Iklim Ancam Pola Hujan dan Pertanian Indonesia

"Bagaimana masyarakat kemudian masuk ke istana dan berenang di kolam renang istana. Dan akhirnya, Rajapaksa meninggalkan Sri Lanka. Jadi, harus hati-hati juga mengenai beberapa konsep yang seolah-olah bagus, tapi ketika dilaksanakan, seperti yang terjadi di Sri Lanka," ucapnya.

Andreas juga menyinggung gerakan Go Organic 2010 yang dicanangkan Menteri Pertanian Anton Apriyantono, yang menurutnya lebih bersifat proyek daripada solusi berkelanjutan.

Sistem Pertanian dan Pangan di Indonesia

Lebih jauh, Andreas menilai seluruh program swasembada pangan Indonesia periode 2014–2024 gagal. Program tersebut mencakup Upsus Pajale (padi, jagung, kedelai, 2015–2019), swasembada bawang putih (2017–2021), swasembada gula (2015–2019), swasembada daging sapi, serta food estate (1996–2023).

Di sisi lain, impor pangan 12 komoditas utama melonjak dari 22 juta ton menjadi 34 juta ton hanya dalam satu dekade.

"Bisa dibayangkan hanya dalam waktu 10 tahun, melonjak sangat tinggi, dan ini ketergantungan kita (terhadap impor pangan)," ujar Andreas.

Ia menambahkan, konsep kedaulatan pangan berbeda dengan paradigma ketahanan pangan. Dalam kedaulatan pangan, hubungan petani dengan petani maupun dengan alam bersifat harmoni dan mengakui kompleksitas produksi. Sebaliknya, ketahanan pangan menekankan hubungan antaraktor ekonomi yang kompetitif, rasional, dan mekanistik, dengan model produksi berbasis pertanian industri.

Baca juga: Pengesahan RUU Masyarakat Adat, Jalan Pulang Menuju Pertanian Berkelanjutan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Perpres Baru Akui Semua Skema Karbon, Akhiri Tumpang Tindih Proyek Hijau
Perpres Baru Akui Semua Skema Karbon, Akhiri Tumpang Tindih Proyek Hijau
LSM/Figur
IESR: Harga Listrik akan Mahal jika Pemerintah Pertahankan PLTG
IESR: Harga Listrik akan Mahal jika Pemerintah Pertahankan PLTG
LSM/Figur
Prabowo Teken Perpes 110 Tahun 2025, Disebut Bisa Percepat Investasi Hijau
Prabowo Teken Perpes 110 Tahun 2025, Disebut Bisa Percepat Investasi Hijau
Pemerintah
BNPB: Banjir, Cuaca Ekstrem, dan Karhutla Jadi Bencana Paling Dominan sejak Awal 2025
BNPB: Banjir, Cuaca Ekstrem, dan Karhutla Jadi Bencana Paling Dominan sejak Awal 2025
Pemerintah
Tak Ada Jaminan Deforestasi, Indonesia Berisiko Gagal Capai Target NZE 2060
Tak Ada Jaminan Deforestasi, Indonesia Berisiko Gagal Capai Target NZE 2060
LSM/Figur
Aktivis Desak Jepang dan Korsel Setop Impor Pelet Kayu dari RI karena Picu Deforestasi
Aktivis Desak Jepang dan Korsel Setop Impor Pelet Kayu dari RI karena Picu Deforestasi
LSM/Figur
IESR Perkirakan Ada Perbaikan di Second NDC, Tapi Tetap Tak Jawab Target Perjanjian Paris
IESR Perkirakan Ada Perbaikan di Second NDC, Tapi Tetap Tak Jawab Target Perjanjian Paris
LSM/Figur
Ekspor Sampah Plastik Inggris ke Negara Berkembang Naik 84 Persen dalam Setahun
Ekspor Sampah Plastik Inggris ke Negara Berkembang Naik 84 Persen dalam Setahun
Pemerintah
Menteri LH Soroti PNBP Lampaui Target, Masih Banyak Pelanggaran Lingkungan
Menteri LH Soroti PNBP Lampaui Target, Masih Banyak Pelanggaran Lingkungan
Pemerintah
PBB Peringatkan 900 Juta Penduduk Miskin Terancam Krisis Iklim
PBB Peringatkan 900 Juta Penduduk Miskin Terancam Krisis Iklim
Pemerintah
Target Iklim Vatikan, Emisi Karbon Dipangkas 28 Persen Hingga 2035
Target Iklim Vatikan, Emisi Karbon Dipangkas 28 Persen Hingga 2035
Pemerintah
Pakar Peringatkan, Kredit Karbon Justru Hambat Target Iklim Global
Pakar Peringatkan, Kredit Karbon Justru Hambat Target Iklim Global
LSM/Figur
Imbas Tekanan AS, PBB Tunda Keputusan Tarif Karbon Maritim
Imbas Tekanan AS, PBB Tunda Keputusan Tarif Karbon Maritim
Pemerintah
Terbesar di Pertamina, PLTS Zona Rokan Dorong Efisiensi dan Pengurangan Emisi
Terbesar di Pertamina, PLTS Zona Rokan Dorong Efisiensi dan Pengurangan Emisi
Pemerintah
Penilaian Adipura, Hampir Semua Wilayah Masih Masuk Kategori Kota Kotor
Penilaian Adipura, Hampir Semua Wilayah Masih Masuk Kategori Kota Kotor
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau