JAKARTA, KOMPAS.com - Teknologi reproduksi berbantuan atau assisted reproductive technology (ART) dan biobank dinilai menjadi harapan terakhir pengembangbiakan badak jawa serta badak sumatera di Indonesia.
Pakar ART IPB University, Muhammad Agil, mengatakan populasi badak kian menurun di tengah keragaman genetik yang terbatas dan ancaman kepunahan.
Ia mencatat, badak sumatera saat ini sangat kritis karena lebih dari 70 persen populasi hasil penyelamatan pada 1980-1990 mengalami gangguan organ reproduksi.
“Kenyataannya, banyak badak betina kita mengalami tumor pada organ reproduksi, membuat mereka sulit berkembang biak,” ujar Agil dalam keterangannya, Jumat (5/9/2025).
Baca juga: Badak di Kalimantan Timur Sisa Dua, Kemenhut Siapkan Induk Pengganti
Dia menyatakan, kendati populasi badak jawa relatif stabil, keragaman genetiknya sangat rendah. Pasalnya, para peneliti menemukan bahwa badak jawa hanya memiliki dua haplotipe genetik.
“Jika tidak ada intervensi, badak jawa terancam punah dalam 50 tahun ke depan,” tutur dia.
Untuk menjawab ancaman ini, pemerintah mengeluarkan aksi darurat konservasi pada 2018, memasukkan teknologi ART dan biobank dalam strategi nasional penyelamatan satwa langka. Agil mencontohkan penyelamatan northern white rhino di Kenya dan black-footed ferret di Amerika Serikat.
Melalui teknologi transfer embrio, inseminasi buatan, hingga kloning, para peneliti berhasil menjaga keberlanjutan spesies yang sebelumnya dinyatakan punah di alam.
“Kami ingin keberhasilan itu terjadi pada badak jawa dan sumatra,” tutur Agil.
Sementara ini, peneliti IPB University tengah mengumpulkan sperma, sel telur, dan sel kulit badak sumatra untuk dikembangkan menjadi sel punca dan gamet buatan. Selain itu, menggandeng Osaka University dan beberapa museum di Eropa untuk mengakses material genetik badak Indonesia yang tersimpan dalam bentuk frozen zoo.
“Selain di Berlin, ada di Copenhagen, Brussel, Belgia, Belanda, dan Adelaide. Mereka menyimpan material badak jawa dan badak sumatera,” papar dia.
Baca juga: Alarm Punah! Badak Jawa Diprediksi Hilang 50 Tahun Lagi, Translokasi Jadi Jalan
Sebelumnya, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menggandeng IPB University untuk mengembangkan ART dan biobank untuk konservasi satwa terancam punah. Pihaknya juga telah membangun Gedung Pusat ART dan Biobank, di Gedung Rektorat IPB.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyampaikan pentingnya penguasaan teknologi modern dalam memperkuat konservasi keanekaragaman hayati nasional.
"Kerja sama yang sangat baik dari Pak Rektor, dari Pak Dekan, dari para peneliti seperti Pak Doktor Badak Muhamad Agil sangat penting untuk memastikan kami dapat menjaga hutan kita lebih baik, melestarikan keanekaragaman hayati kita," ujar Raja Juli dalam keterangannya, Rabu (3/9/2025).
Dia memastikan akan mempertahankan predikat Indonesia sebagai negara dengan mega biodiversiti dan super power tropical forest dengan bantuan peneliti di perguruan tinggi. Adapun ART adalah serangkaian teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan, fertilisasi in vitro, transfer embrio, hingga kriopreservasi gamet dan embrio.
Sementara, biobanking berfungsi sebagai penyimpanan material genetik mencakup sperma, sel telur, embrio, bahkan jaringan yang digunakan untuk mendukung keberlanjutan program konservasi di masa depan.
Raja Juli menyebut, langkah ini sejalan dengan Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP), yang menekankan pentingnya pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan melalui penguatan riset, pemanfaatan teknologi, dan pengembangan bank genetik.
Biobank center di IPB akan menjadi pusat penelitian, sehingga nantinya peneliti asing turut belajar di tempat tersebut.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya