Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh

Kompas.com, 8 September 2025, 19:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Sebuah studi baru dari University of North Carolina at Chapel Hill menunjukkan bahwa populasi serangga menurun dengan cepat bahkan di lanskap yang relatif tidak terjamah.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang kesehatan ekosistem yang bergantung pada serangga tersebut.

Keith Sockman, seorang profesor biologi dari UNC-Chapel Hill, mengukur kelimpahan serangga terbang selama 15 musim antara tahun 2004 dan 2024 di sebuah padang rumput subalpine di Colorado.

Lokasi tersebut memiliki data cuaca selama 38 tahun dan minim dampak langsung dari manusia.

Baca juga: Peningkatan Kadar CO2 Ancam Reproduksi Serangga

Ia menemukan bahwa terjadi penurunan populasi serangga rata-rata 6,6 persen per tahun, yang berarti penurunan sebesar 72,4 persen selama periode 20 tahun.

Studi ini juga menemukan bahwa penurunan drastis tersebut terkait dengan kenaikan suhu musim panas.

"Dalam krisis keanekaragaman hayati, serangga memiliki posisi yang unik namun rentan. Hal ini karena mereka menyediakan berbagai layanan ekologis, seperti daur ulang nutrisi dan penyerbukan, sekaligus sangat peka terhadap perubahan lingkungan," ujar Sockman.

"Serangga adalah komponen penting agar ekosistem darat dan air tawar bisa berfungsi," katanya lagi dikutip dari Phys, Sabtu (6/9/2025).

Temuan ini mengisi celah penting dalam penelitian serangga global.

Meskipun banyak laporan penurunan serangga berfokus pada habitat yang diubah oleh aktivitas manusia, hanya sedikit yang mengamati populasi di daerah yang relatif alami.

Studi ini menunjukkan bahwa penurunan drastis dapat terjadi bahkan di tempat dengan dampak langsung manusia yang minimal, yang mengindikasikan bahwa perubahan iklim mungkin menjadi pendorong utamanya.

"Beberapa studi terbaru melaporkan penurunan serangga yang signifikan di berbagai ekosistem yang diubah oleh manusia, terutama di Amerika Utara dan Eropa," kata Sockman.

"Sebagian besar studi tersebut melaporkan ekosistem yang secara langsung terdampak oleh manusia atau dikelilingi oleh area yang terdampak, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang penurunan serangga dan penyebabnya di area yang lebih alami," terangnya lagi.

Sockman pun menekankan urgensi temuan ini bagi konservasi keanekaragaman hayati.

Baca juga: Krisis Serangga, Ragam Faktor yang Dipicu Manusia Penyebabnya

"Pegunungan adalah rumah bagi spesies endemik yang beradaptasi secara lokal dalam jumlah yang luar biasa banyak, termasuk serangga. Dengan demikian, status pegunungan sebagai pusat keanekaragaman hayati mungkin terancam jika penurunan yang ditunjukkan di sini mencerminkan tren secara luas," papar Sockman.

Penelitian ini akhirnya menyoroti pentingnya pemantauan populasi serangga yang lebih komprehensif di berbagai lanskap, dan menambah urgensi untuk mengatasi perubahan iklim.

Dengan menunjukkan bahwa bahkan ekosistem terpencil pun tidak kebal, studi ini menegaskan skala global dari krisis keanekaragaman hayati.

Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Ecology.

Baca juga: Peningkatan Kadar CO2 Ancam Reproduksi Serangga

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau