Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPA: 3.406 Desa Sentra Pangan Diklaim Kawasan Hutan, Petani Terhimpit

Kompas.com, 22 September 2025, 09:32 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 3.406 desa berkonflik dengan negara yang mengklaim secara sepihak sebagai kawasan hutan. Desa-desa berkonflik tersebut mayoritas merupakan sentra-sentra pertanian dan produksi pangan.

Kepala Departemen Kampanye dan Manajemen Pengetahuan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Benny Wijaya menilai, klaim sepihak negara yang mengubah status desa-desa dengan lahan-lahan pertanian produktif menjadi kawasan hutan bertentangan dengan jargon swasembada pangan.

"Kalau dari perspektif KPA, tentu kalau pemerintah mau menuntaskan swasembada pangan atau bahkan kedaulatan pangan, tentunya persoalan struktural agraria semacam ini perlu dituntaskan," ujar diskusi Polemik Harga Beras dan Kebijakan Pangan di Tengah Krisis Iklim di Jakarta, Selasa (16/9/2025).

Bahkan, salah satu Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) mengklaim berbagai desa dengan total wilayah seluas 1,2 juta hektar sebagai kawasan hutan. Dari total 1,2 juta hektar tersebut, sebesar 62 persennya merupakan desa-desa yang menjadi sentra-sentra pertanian dan produksi pangan.

Baca juga: Pengesahan RUU Masyarakat Adat, Jalan Pulang Menuju Pertanian Berkelanjutan

Hingga saat ini, kata dia, penyelesaian desa-desa berkonflik karena diklaim sebagai kawasan hutan tidak pernah berhasil dituntaskan. Status kawasan hutan telah menghambat para petani untuk memperoleh hak milik atas lahan-lahan pertaniannya.

"Kalau kita urai dalam konteks sejarah agraria, ini kan sebenarnya awalnya permukiman yang sudah menjadi desa definitif, namun karena kesalahan kebijakan dari pemerintah, kebijakan sepihak tadi, itu ditetapkan statusnya sebagai kawasan hutan," tutur Benny.

Desa-desa berkonflik tersebut diperlakukan negara sebagai kawasan hutan. Imbasnya, tidak ada pembangunan infrastruktur dari negara, seperti jalan dan saluran irigasi, selayaknya desa-desa lain.

Selain pembangunan infrastruktur, para petani di desa-desa berkonflik tersebut tidak mendapatkan akses bantuan dari negara seperti subsidi pupuk.

"Masyarakat yang berada di lokasi-lokasi ini akhirnya swadaya. Ya, akhirnya itu kan berpengaruh pada biaya yang dikeluarkan petani," ucapnya.

Kasus Cilacap dan Sumedang

Para petani di Desa Bulupayung, Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap, yang sudah menggarap lahan pertanian sejak 1962. Namun, Perhutani mengklaim kepemilikan Desa Bulupayung dan statusnya berubah menjadi bagian dari kawasan hutan.

Meski masih diperbolehkan tinggal dan menggarap lahan pertanian di tanah seluas 2.000 hektar, sebanyak 3.000 keluarga petani tidak memperoleh bantuan dari negara. Misalnya pembangunan jalan dan irigasi, serta subisidi pupuk. Padahal, Desa Bulupayung termasuk sentra pertanian pangan di Cilacap.

"Mereka harus mengeluarkan cost yang lebih ekstra atau biaya produksi pertanian. Belum terkait jaringan pasar yang memang tidak menentu dan juga dampak-dampak diklaim sebagai kawasan hutan. Akhirnya, dengan konflik yang terjadi di kehutanan ini, semakin terhimpit nasib para petani itu," ujar Benny.

Kedua, para petani dari desa-desa di Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, yang sudah menggarap lahan pertanian sejak 1965. Namun, status desa-desa di Kecamatan Sukasari berubah menjadi kawasan hutan pada 1996.

Di sana, sebanyak 1.200 keluarga petani menggara lahan seluas 500 hektar. "Panen mereka ini sebenarnya mencapai 6 ton per hektar dari Sukasari, (seperti Desa Bulupayung, Kecamatan Sukasari) ini juga merupakan salah satu penopang (pangan, tetapi) di Jawa Barat," tutur Benny.

Seperti di Desa Bulupayung, para petani di Kecamatan Sukasari juga merasakan ketidakhadiran negara akibat diklaim sebagai kawasan hutan. Mereka memprotes tidak adanya pembangunan infrastruktur seperti jalan dan irigasi di Kecamatan Sukasari.

"Karena dari Dinas Pertanian (juga) tidak pernah memberikan subsidi atau dukungan karena statusnya tadi, belum dilepaskan dari klaim kawasan hutan itu," ucapnya.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Panen Pertanian Semakin Tidak Stabil

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Pemerintah
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Advertorial
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Pemerintah
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau