Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara

Kompas.com, 6 November 2025, 07:00 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Nur Wahida, penenun asal Deli Serdang, Medan, Sumatera Utara memulai kariernya sebagai pembordir baju. Dia bercerita, tenun kain mulai ditekuni pada 2011 lalu.

Mulanya, ia dan para penenun yang tergabung dalam Raki Tenun hanya menenun songket batak. Namun seiring berjalannya waktu dan desakan ekonomi, Nur akhirnya memproduksi songket melayu.

"Jadi 2014, itu baru saya menenun songket melayu, karena saya tinggal di Deli Serdang. Jadi kami terjun di grup tenun melayu, membuat motif melayu dan ada satu customer yang pesan," ujar Nur ditemui dalam acara Bakti BCA di Medan, Selasa (4/11/2025).

Baca juga: Lestarikan Lagi Tenunan Berpewarna Alami, BCA Libatkan 32 Penenun Songket Melayu

Menurut dia, yang membedakan songket batak dengan songket melayu ialah warnanya yang lebih mencolok. Sementara dari segi harga, songket melayu lebih mahal dibandingkan songket batak lantaran proses pembuatannya yang rumit dan lama.

"Kalau ekspor belum pernah yang besar. Tetapi kami pernah ekspor sendiri sampai ke Kuching, Sarawak, Malaysia. Kami pernah event di Jepang," tutur dia.

Nur mengakui, tantangan utama para penenun adalah proses pembuatan kain yang panjang dan teliti. Dalam satu kain, ribuan benang harus disusun satu per satu secara presisi. Kerumitan inilah yang menurunkan minat generasi muda untuk menjadi penenun.

“Kalau tenun tradisional, enggak bisa cepat hasilnya mulai dari menghani, mencucuk, ke sisir, sampai menggulung benang ke palet prosesnya panjang. Ada sekitar 3.200 benang yang harus dimasukkan satu-satu,” ucap Nur.

Usahanya sempat terhenti kala pandemi Covid-19. Seiring berjalannya waktu, usaha Raki Tenun kian lancar. Kini, dalam satu bulan penjualan ia dan beberapa penenun lainnya bisa meraup omzet Rp 25-30 juta.

Baca juga: Komitmen Perusahaan Besar, Mulai Beralih pada Beton Ramah Lingkungan

Nur pun mengikuti pelatihan pewarnaan alami yang digelar PT Bank Central Asia Tbk (BCA) melalui Bakti BCA di Istana Maimoon, Medan, selama 4-6 November 2025.

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F Haryn, mengatakan program ini bertujuan membantu para penenun menguasai teknik pewarnaan alam dengan material ramah lingkungan, serta menghasilkan produk tenun berkelanjutan.

"Kami mencari jejak-jejak pewarnaan alam dengan tumbuhan asli Indonesia, yang pada masa VOC kita pernah begitu jaya. Kalau kita bedah laporan keuangan VOC, perusahaan dagang terkaya di dunia pada saat itu kontributor keduanya mereka melakukan eksportasi pewarnaan alam dengan tumbuhan-tumbuhan yang ada di Indonesia," jelas Hera.

Karena itu, BCA mengajak penenun untuk melestarikan lagi budaya pewarnaan alami di beberapa lokasi termasuk Medan agar tidak punah. Selain peningkatan ekonomi, program tersebut juga ditargetkan bisa membuka akses pasar dari produk yang dihasilkan.

"Harapannya mereka bisa menjual di event-event korporasi kami, kami memiliki market, nasabah di event corporate, mudah-mudahan itu bisa membantu mereka untuk terus memproduksi dengan kreasi wastra nusantara," ucap Hera.

Hera menyebutkan saat ini penggunaan warna alam dalam proses penciptaan kain tenun makin kalah pamor dari pewarna sintetis. Produksinya yang panjang menyebabkan pewarna alam dianggap lebih sulit digunakan dan mahal daripada pewarna sintetis.

"Komunitas perajin di sini tak hanya sekadar mempertahankan tradisi tetapu juga dapat bersaing di pasar lokal maupun global,” kata dia.

Baca juga: Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Pemerintah
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
Pemerintah
Rapor Merah dan Hitam PROPER 2025, Perusahaan Bisa Diawasi dan Kena Sanksi
Rapor Merah dan Hitam PROPER 2025, Perusahaan Bisa Diawasi dan Kena Sanksi
Pemerintah
Aset Dana Iklim Global Cetak Rekor 644 Miliar Dollar AS di Awal 2025
Aset Dana Iklim Global Cetak Rekor 644 Miliar Dollar AS di Awal 2025
Swasta
Maybank Indonesia Siapkan Rp 3,3 Triliun untuk Proyek Energi Bersih PLN Batam
Maybank Indonesia Siapkan Rp 3,3 Triliun untuk Proyek Energi Bersih PLN Batam
Swasta
The Habibie Center Gandeng OAC Taiwan Perkuat Tata Kelola Sampah Laut Indo-Pasifik
The Habibie Center Gandeng OAC Taiwan Perkuat Tata Kelola Sampah Laut Indo-Pasifik
LSM/Figur
TNFD dan UN SSE Rilis Alat Pelaporan Alam untuk Bursa Saham Global
TNFD dan UN SSE Rilis Alat Pelaporan Alam untuk Bursa Saham Global
Swasta
Krisis Plastik Kian Parah, Raksasa Bisnis Dunia Sepakat Desak Regulasi Baru
Krisis Plastik Kian Parah, Raksasa Bisnis Dunia Sepakat Desak Regulasi Baru
Swasta
Cek Kesehatan Gratis Ungkap, 95 Persen Orang Indonesia Kurang Gerak, 32 Persen Obesitas
Cek Kesehatan Gratis Ungkap, 95 Persen Orang Indonesia Kurang Gerak, 32 Persen Obesitas
Pemerintah
Fenomena Aneh: Hiu Paus Muda Makin Sering Terdampar di Indonesia, Naik Lima Kali Lipat Sejak 2020
Fenomena Aneh: Hiu Paus Muda Makin Sering Terdampar di Indonesia, Naik Lima Kali Lipat Sejak 2020
LSM/Figur
Perempuan Aceh dan Peran Budaya dalam Membangun Citra Tanah Rencong di Dunia
Perempuan Aceh dan Peran Budaya dalam Membangun Citra Tanah Rencong di Dunia
LSM/Figur
Kita Tak Bisa Menghindar Lagi, Suhu Bumi Naik Minimal 2,3 Derajat Celsius
Kita Tak Bisa Menghindar Lagi, Suhu Bumi Naik Minimal 2,3 Derajat Celsius
Pemerintah
Menhut Janjikan Pengakuan 1,4 Juta Ha Hutan Adat di Forum Internasional
Menhut Janjikan Pengakuan 1,4 Juta Ha Hutan Adat di Forum Internasional
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau