Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Norwegia Cetak Sejarah, Jadi yang Pertama Kubur Emisi Karbon ke Bawah Laut

Kompas.com, 6 Oktober 2025, 19:34 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Norwegia baru saja mencetak sejarah dalam upaya mitigasi iklim.

Fasilitas penyimpanan karbon komersial berskala besar pertama di dunia yang berada di negara tersebut kini telah beroperasi sepenuhnya, dan mulai menyimpan CO2 jauh di bawah dasar Laut Utara.

Berbeda dengan proyek uji coba sebelumnya, sistem penyimpanan tersebut dirancang untuk berfungsi secara masif dan menyimpan emisi secara permanen dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Proyek tersebut, yang disebut Northern Lights, telah berhasil menyimpan volume CO2 yang pertama hampir 2.600 meter di bawah tanah.

Fasilitas ini dirancang untuk menangkap polusi karbon dari industri dan memindahkannya dari atmosfer untuk selamanya.

Melansir Happy Eco News, Senin (6/10/2025), mekanisme kerjanya, CO2 ditangkap dari pabrik semen di Norwegia, kemudian diangkut menggunakan kapal menuju terminal di pesisir.

Baca juga: Indonesia Disebut Berpeluang Pasarkan Jasa Penyimpanan Karbon ke Luar Negeri

Setelah itu, gas tersebut dipompa melalui sistem pipa 100 km sebelum disuntikkan ke dalam reservoar Aurora yakni sebuah formasi geologi di bawah laut.

Lapisan-lapisan batuan di atasnya berfungsi sebagai penyekat alami, memastikan gas tersebut tersimpan aman selama ribuan tahun.

Di tahap awal, Northern Lights akan menyimpan 1.5 juta metrik ton CO2 per tahun. Kapasitas ini setara dengan meniadakan emisi dari sekitar 750.000 mobil setiap tahun. Proyek ini ditargetkan untuk meningkatkan kapasitas hingga melampaui 5 juta ton pada tahun 2028.

Proyek ini sendiri merupakan kemitraan antara Equinor, Shell, dan TotalEnergies, yang mendapat sokongan besar dari pemerintah.

Keunikan proyek ini adalah operasinya yang terbuka. Artinya tidak hanya mengurus emisi Norwegia, tetapi juga menawarkan layanan penyimpanan CO2 bagi industri-industri dari negara Eropa lainnya. Denmark dan Belanda menjadi negara pertama yang memanfaatkan layanan ini.

Meskipun penyimpanan karbon telah menjadi wacana selama puluhan tahun, Northern Lights adalah proyek pertama yang beroperasi pada skala komersial.

Saat ini, kapasitas awal fasilitas telah dipesan habis dan proyek perluasan sudah mulai dikerjakan.

Kendati demikian, isu biaya dan keamanan masih menjadi perhatian utama. Risiko yang dikhawatirkan adalah kemungkinan kebocoran, meski penelitian mengindikasikan reservoar Aurora sangat aman. Sistem pemantauan terus-menerus akan digunakan untuk mengawasi CO2 di bawah tanah, didukung regulasi lingkungan yang ketat.

Secara finansial, proses penyimpanan ini meningkatkan biaya operasional industri sebesar 20 hingga 80 dolar AS per ton CO2. Untuk industri yang sulit mencari alternatif pengurangan emisi, seperti produksi semen (penyumbang 8 persen emisi dunia), biaya ini sudah dianggap sebagai harga yang harus dibayar.

Lebih lanjut proyek ini menjadi bukti bahwa keahlian di sektor migas dapat dialihkan.

Baca juga: Indonesia Bisa Jadi Pemimpin Industri Penyimpanan Karbon di ASEAN

Pengetahuan yang dahulu dipakai untuk mengambil bahan bakar fosil kini justru dimanfaatkan untuk menyimpan kembali karbon di bawah tanah. Dengan kata lain, keterampilan yang serupa kini dipakai untuk memperbaiki kerusakan lingkungan, bukan lagi untuk menambah emisi.

Penyimpanan karbon bukan solusi sempurna, tetapi menjadi pilihan realistis bagi sektor industri yang sulit menemukan cara lain untuk menekan emisi.

Setiap ton CO2 yang tersimpan aman di bawah tanah berarti telah mengurangi satu ton emisi yang memicu pemanasan atmosfer.

Equinor menargetkan perluasan kapasitas penyimpanan tahunan menjadi 30–50 juta ton pada 2035.

Negara-negara seperti AS, Kanada, dan Australia dinilai memiliki kondisi geologi yang mendukung untuk membangun proyek serupa. Jika model Norwegia ini berhasil direplikasi secara global, penyimpanan karbon berpotensi menjadi faktor penting dalam upaya mencapai target emisi net-zero.

Pencapaian ini bukan hanya soal teknologi semata. Proyek menunjukkan kemampuan industri untuk beradaptasi sambil tetap memenuhi kebutuhan masyarakat.

Walaupun energi terbarukan dan elektrifikasi lebih sering menjadi fokus, solusi seperti penyimpanan karbon mengisi kekurangan yang krusial. Mereka menawarkan jalan pintas yang cepat untuk memangkas emisi dari sektor-sektor industri yang paling banyak mencemari lingkungan.

Beroperasinya Northern Lights membuktikan bahwa penyimpanan karbon berskala besar tidak hanya sekadar gagasan, tetapi telah menjadi kenyataan.

Mengingat tekanan perubahan iklim yang kian memuncak, solusi seperti inilah yang sangat dibutuhkan untuk menciptakan masa depan dengan emisi karbon yang lebih rendah.

Baca juga: Krisis Iklim, PLTS Berpotensi Kurangi Emisi 6 Juta Ton CO2 per Tahun

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau