SINGAPURA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA), Fatih Birol mendorong negara-negara kaya mineral kritis seperti Indonesia meningkatkan kapasitas hilirisasi.
Menurut Birol, hadirnya mineral kritis akan mendukung keamanan energi, di samping untuk keperluan berbagai industri strategis lainnya, mulai dari semikonduktor, pertahanan, hingga teknologi drone.
“Mineral kritis diperlukan untuk mendukung keamanan energi, utamanya energi terbarukan,” kata Birol, Selasa (29/10/2025).
Baca juga: Realisasi Investasi Sektor Hilirisasi Rp 150,6 Triliun di Kuartal III-2025
Ia menyoroti rantai pasok global mineral kritis, terutama dalam hal pemurnian dan pemrosesan, saat ini sangat terkonsentrasi di beberapa negara saja, bahkan didominasi oleh satu negara besar di Asia.
Kondisi ini, menurut Birol, menimbulkan risiko besar bagi keamanan energi global. karena itu, penting untuk melakukan diversifikasi.
“Kita perlu diversifikasi dalam sumber energi, mitra dagang, dan perusahaan yang terlibat,” jelas dia.
Karena itu, Birol meminta negara-negara seperti Indonesia yang memiliki sumber daya nikel, kobalt, dan logam tanah memperkuat rantai nilai di dalam negeri.
Ia menegaskan bahwa hanya menambang dan mengekspor bahan mentah adalah pendekatan yang “malas”.
“Kalau Anda hanya menambang dan mengekspor, itu pendekatan yang malas. Jika Anda memurnikan dan memprosesnya di dalam negeri, nilainya bisa naik lima kali lipat,” tegas Birol.
Dengan membangun fasilitas pengolahan di dalam negeri, negara produsen bisa menjual hasilnya dengan harga jauh lebih tinggi sekaligus menciptakan lapangan kerja dan memperkuat posisi mereka dalam rantai pasok global.
Baca juga: Smelter MMP 100 Persen PMDN, Dorong Hilirisasi Industri Nikel Berbasis ESG
Selain isu hilirisasi, Birol juga menekankan pentingnya arah transisi energi yang jelas dan berkelanjutan.
Menurutnya, setiap negara mungkin memiliki jalur transisi yang berbeda, tetapi tujuannya tetap harus mengarah pada sistem energi yang lebih bersih, aman, dan terjangkau.
“Yang penting adalah arah transisinya. Harus menuju energi yang lebih aman, bersih, dan terjangkau,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa kawasan Asia Tenggara memiliki potensi besar dalam energi terbarukan, terutama tenaga surya, air, dan panas bumi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya