Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Walhi, RI dan Brasil Kontraproduktif Atasi Krisis Iklim jika Transisi Energi Andalkan Lahan

Kompas.com, 10 November 2025, 09:30 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Walhi menilai model adaptasi dan mitigasi krisis iklim di Indonesia hanya mengotak-atik sektor hilir.

Model adaptasi dan mitigasi krisis iklim di Indonesia masih berorientasi bisnis. Misalnya, skema keseimbangan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan penyerapan karbon melalui konservasi hutan atau penerapan co-firing biomassa.

Di dalam Dokumen Komitmen Iklim (Second Nationally Determined Contribution/SNDC), Indonesia lebih berfokus pada pengurangan operasional PLTU batu bara secara bertahap, bukan penghentian total dalam waktu dekat.

"Ketika membicarakan energi, (Indonesia) masih ditetapkan dalam konteks bisnis, sehingga yang kemudian terjadi adalah pembesaran produksi dan penggenjotan konsumsi," ujar Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, Uli Arta Siagian dalam webinar Sabtu (8/11/2025).

Baca juga: Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi

Menurut Uli, aksi adaptasi dan mitigasi krisis iklim tidak akan berhasil kalau Indonesia masih memakai paradigma pertumbuhan ekonomi.

Ia menilai, paradigma pertumbuhan ekonomi 8 persen justru kontraproduktif terhadap upaya mengatasi krisis iklim. Apalagi, paradigma pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih berkutat pada eksploitasi hutan dan lahan.

"Enggak akan mungkin SNDC itu bisa tercapai kalau kemudian yang dibasiskan di dalam permodelan ekonomi kita itu mengejar pertumbuhan (ekonomi) 8 persen dan sumber-sumber penghidupan kita menjadi sasaran eksploitasi," tutur Uli.

SNDC Indonesia menekankan sektor energi serta hutan dan lahan (forestry and other land use/FOLU.

Namun, model transisi energi di Indonesia masih bersifat ekstraktif dan berbasis lahan. Yaitu, mengandalkan substitusi energi biomassa, bioethanol, hingga biofuel. Ia memperkirakan alih fungsi 26 juta hektar hutan dan lahan untuk industri yang memproduksi biomassa, bioethanol, sampai biofuel, malah berisiko melepaskan emisi GRK sebesar 9 miliar ton CO2.

"Jadi, model transisi energi yang diklaim bersih dan berkelanjutan hari ini, itu sama sekali enggak benar-benar bersih karena melegalkan krisis iklim dan pelanggaran hak asasi manusia. Artinya, kalau misalnya ambisi kendaraan listrik itu masih terus digenjot, maka izin-izin di atas hutan, izin usaha produksi pertambangan di atas hutan ya, itu pasti harus membuka hutan," ucapnya.

Kondisi di Brasil

Sebagai tuan rumah Konferensi Para Pihak (Can,OP) 30, Brasil seperti Indonesia, memunculkan percepatan model transisi energi berbasis lahan. Padahal, Brasil juga menyodorkan model TFFF (tropical forest forever facility) atau skema pembiayaan inovasi yang menggabungkan pendanaan publik dan swasta untuk mendanai konservasi hutan tropis.

"Jadi, kayak ada semacam kontradiksi dan itu kan juga sebenarnya terlihat dari SNDC-nya Indonesia," ujar Uli.

Baca juga: PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih

Ia menyesalkan COP 30 yang sedang berlangsung di Brasil belum memperlihatkan kemajuan secara signifikan dalam menjawab permasalahan krisis iklim.

Bahkan, COP 30 justru menjadi ajang pengakuan kolektif negara-negara dunia atas kegagalan bersama menahan laju pemanasan bumi di bawah 1,5 derajat celcius.

"Enggak ada terobosan-terobosan atau kebaharuan kebijakan di nasional untuk mendukung semua komitmen yang diceritakan (Indonesia di COP 30)," tutur Uli.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau