Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru

Kompas.com, 8 November 2025, 20:07 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia menghadapi darurat sampah yang kian mengkhawatirkan.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Indonesia menghasilkan 56,63 juta ton sampah setiap tahun, jumlah yang hampir setara dengan timbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang.

"Setiap tahunnya, kita produksi sampah sekitar 56,63 juta ton. Sekarang sampah menumpuk di Bantar Gebang itu sudah 55 juta ton. Ibaratnya, setiap tahun kita membuat Bantar Gebang yang baru, setiap tahun, terus-terusan," ujar Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, dalam acara Opening Ceremony Langkah Membumi Ecoground 2025 di Taman Kota PERURI, Jakarta, Sabtu (8/11/2025).

Selama menjabat sebagai Wakil Menteri Lingkungan, Diaz mengaku sering turun langsung ke lapangan. Ia beberapa kali ikut membersihkan sungai dan menyaksikan sendiri betapa parahnya pencemaran di berbagai daerah.

"Ternyata, (saat saya) disuruh turun ke sungai terus-terusan. Jadi, dari situ saya tahu bahwa sungai kita itu emang kotornya sangat luar biasa," katanya.

Diaz juga menyinggung kondisi Pantai Kuta di Bali yang menurutnya sudah menyerupai tempat pembuangan sampah.

"Suatu pagi, di Pantai Kuta, itu dalam jangka berapa jam saja, sudah dapat 77 ton sampah. Itu dari jam 9 sampai 10," tutur Diaz.

Baca juga: Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

Namun, persoalan tak berhenti di situ. Setelah timnya mengumpulkan tumpukan sampah, mereka kesulitan menyalurkan ke TPA karena semua lokasi penampungan di Bali sudah penuh. Padahal, kata Diaz, sudah ada perusahaan rintisan yang membantu mengelola sampah di sana, tetapi kapasitasnya masih terbatas.

"Enggak bisa memproses (perusahaan rintisan itu). Dan, parahnya lagi, ketika kami sudah ambil, besoknya datang lagi tuh sampah kiriman dari Jawa lah, dari mana gitu. Masuk lagi, jadi enggak selesai-selesai," ucapnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Diaz mendorong percepatan pembangunan proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) atau waste to energy plant. Menurutnya, peran pemerintah daerah (pemda) menjadi kunci dalam penyediaan lahan dan pengumpulan sampah.

Sebelumnya, ia menegaskan bahwa Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 sudah mewajibkan pemda menyediakan lahan minimal 4-5 hektare serta menjamin pasokan sampah untuk proyek PSEL.

"Setidaknya, proyek Waste to Energy ini membutuhkan 1.000 ton sampah per harinya," ujarnya.

"Lalu yang tercantum secara spesifik di Perpres itu bahwasanya Pemda harus punya uang untuk mengumpulkan, dan mengangkut sampahnya. Itu bisa dilakukan dengan mungkin mengadakan retribusi, karena untuk 1.000 ton (butuh) 300-an truk jadi ada yang daerah ada duit ada enggak," kata Diaz ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (21/10/2025).

Baca juga: The Habibie Center Gandeng OAC Taiwan Perkuat Tata Kelola Sampah Laut Indo-Pasifik

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau