Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nofiyendri Sudiar
Dosen

Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) sekaligus Koordinator Penanganan Perubahan Iklim SDGs Center Universitas Negeri Padang.

Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik

Kompas.com, 3 November 2025, 14:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SELAMA ini kita terbiasa menyalahkan asap kendaraan bermotor sebagai penyebab utama polusi dan perubahan iklim.

Knalpot dianggap sumber segala dosa karbon. Setiap hari, kita melihat asap pekat di jalan raya dan menganggap di situlah pusat masalah lingkungan kita.

Namun, ada sumber emisi lain yang jauh lebih sunyi, tak berasap, tak berisik, tapi sesungguhnya lebih besar dampaknya: listrik dari PLN.

Setiap kali kita menyalakan lampu, menyalakan pendingin ruangan, memutar laptop, atau mengisi daya ponsel, di balik aliran listrik itu ada jejak karbon yang tak terlihat.

Sekitar 60 persen listrik Indonesia masih dihasilkan dari pembakaran batu bara, dan sisanya dari gas alam, diesel, serta sebagian kecil energi terbarukan seperti PLTA, PLTS, dan PLTB.

Artinya, setiap satu kilowatt jam (kWh) listrik yang kita pakai rata-rata melepaskan 0,8 kilogram CO2 ke atmosfer.

Sebagai perbandingan, kendaraan bermotor mengeluarkan sekitar 2,4 kilogram CO2 per liter bensin. Namun, konsumsi listrik jauh lebih besar dan berlangsung terus-menerus.

Baca juga: Purbaya dan Rayuan Partai Politik

Sebuah gedung perkantoran menengah, misalnya, bisa mengonsumsi 240.000 kWh listrik per tahun—setara dengan emisi hampir 200 ton CO2, jauh lebih besar dari emisi seluruh kendaraan operasional kantor yang mungkin hanya sekitar 10–15 ton CO2 per tahun.

Dengan kata lain, emisi dari colokan bisa 10–15 kali lebih besar daripada dari knalpot.

Ironisnya, masyarakat lebih mudah menyalahkan polusi yang terlihat di jalan ketimbang emisi yang tersembunyi di stopkontak rumah dan kantor. Padahal, justru sektor kelistrikanlah yang paling berat dalam beban karbon nasional.

Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara masih mendominasi pasokan listrik nasional. Selama sistem energi kita masih ditopang batu bara, setiap perangkat elektronik yang kita nyalakan sesungguhnya ikut memanaskan bumi.

Namun, situasinya tidak sama di semua daerah. Di beberapa wilayah Indonesia, seperti Sumatera Barat, listrik PLN banyak bersumber dari pembangkit tenaga air (PLTA) Maninjau, Singkarak, dan Batang Agam.

Di wilayah ini, jejak karbon listrik jauh lebih rendah karena PLTA hampir tidak menghasilkan emisi langsung dari proses pembangkitannya. Listrik dari PLTA hanya meninggalkan sekitar 0,05 kilogram CO2 per kWh, atau 16 kali lebih bersih dibanding listrik dari batu bara.

Selain PLTA, sumber energi bersih lain yang juga penting adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi (geotermal).

Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia, dan listrik dari geotermal menghasilkan emisi yang sangat kecil—hanya sekitar 0,04–0,06 kilogram CO2 per kWh. Ini berarti hampir setara bersihnya dengan PLTA.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LKC Dompet Dhuafa Gelar Seminar untuk Optimalkan Bahan Pangan Lokal Jadi MPASI
LSM/Figur
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Ironi, Studi Ungkap Situs Web Konferensi Iklim Lebih Berpolusi
Pemerintah
Uni Eropa Tindak Tegas 'Greenwashing' Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Uni Eropa Tindak Tegas "Greenwashing" Maskapai yang Tebar Janji Keberlanjutan
Pemerintah
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Kemenhut Godok 4 Regulasi Baru untuk Dongkrak Pasar Karbon Internasional
Pemerintah
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Energi Terbarukan Global Meningkat Tiga Kali Lipat, China Memimpin
Pemerintah
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Proyek Konservasi Dunia Diam-diam Gagal, Target Alam Global Terancam
Pemerintah
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
40 Saksi Diperiksa dalam Kasus Kontaminasi Cesium-137 di Cikande
Pemerintah
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Kemenhut Ungkap Tersangka Penambang Batu Bara Ilegal Bukit Soeharto di IKN
Pemerintah
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
2 Ekor Pesut Mahakam Mati Diduga karena Lonjakan Aktivitas Tongkang Batu Bara
LSM/Figur
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
KLH Akui Belum Tahu Asal Muasal Radioaktif yang Kontaminasi Cengkih Ekspor
Pemerintah
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Jayapura Tetapkan Perda Perlindungan Danau Sentani, Komitmen Jaga Alam Papua
Pemerintah
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
Indonesia Masih Nyaman dengan Batu Bara, Transisi Energi Banyak Retorikanya
LSM/Figur
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
KLH: Cengkih Ekspor Asal Lampung Terkontaminasi Radioaktif dari Pemakaman
Pemerintah
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
PR Besar Temukan Cara Aman Buang Limbah Nuklir, Iodin-129 Bisa Bertahan 15 Juta Tahun
LSM/Figur
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
WVI Luncurkan WASH BP 2.0, Strategi 5 Tahun Percepat Akses Air dan Sanitasi Aman
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau