Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir di Aceh, Pemerintah Didorong Pulihkan Alam Pasca-bencana

Kompas.com, 1 Desember 2025, 21:35 WIB
Ni Nyoman Wira Widyanti

Penulis

Sumber Antara

KOMPAS.com - Banjir dan longsor di Aceh sejak Selasa (18/11/2025) dinilai menjadi peringatan tentang kondisi lingkungan yang semakin rapuh. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh mendorong pemerintah untuk melakukan restorasi ekologis dan pemulihan alam pasca-bencana.

Bencana ini juga dinilai bukan sekadar fenomena alam, tapi bencana ekologis yang muncul akibat kerusakan ruang hidup yang sudah berlangsung lama.

Baca juga:

"Restorasi ekologis dan pemulihan alam harus segera dilakukan pemerintah," kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, dilansir dari Antara, Senin (1/12/2025). 

Sebagai informasi, dilaporkan Kompas.com, Senin (1/12/2025), banjir dan longsor di Aceh menyebabkan 156 meninggal dunia dan 1.838 orang mengalami luka-luka. 

Dari korban luka-luka tersebut, ada 1.435 orang mengalami luka ringan dan 403 orang mengalami luka berat. Kemudian, ada 181 orang masih dinyatakan hilang. 

Banjir di Aceh, dinilai lebih dari sekadar akibat hujan deras

Menurut Shalihin, bencana kali ini menunjukkan bahwa alam sudah tidak mampu menanggung kerusakan yang dipaksakan manusia.

Masalah ini, lanjut dia, bukan hanya soal hujan deras. Bencana ini lahir dari tata kelola lingkungan yang abai dan permisif terhadap investasi ekstraktif.

Menurutnya, akar masalah banjir berulang di Aceh berkaitan dengan deforestasi, ekspansi kebun sawit, dan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dibiarkan.

"Ini bukan musibah alam. Ini bencana ekologis akibat buruknya tata kelola lingkungan hidup dan pemanfaatan SDA (sumber daya alam). Hutan digunduli, sungai didangkalkan, bukit dikeruk. Pemerintah harus menghentikan akar bencana," kata Shalihin.

Berdasarkan pantauan WALHI Aceh, kerusakan paling parah terjadi di beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS).

Salah satu yang paling terdampak adalah DAS Krueng Peusangan. Kerusakan di hulu membuat wilayah hilir seperti Aceh Utara dan Bireuen terendam banjir besar. Kondisi senada terjadi di banyak daerah lain. 

Shalihin mengatakan, hilangnya penyangga ekologis membuat curah hujan tinggi langsung berubah jadi limpasan besar. Sungai-sungai juga tidak mampu menahan debit air. 

"Sungai-sungai kita sudah tidak berfungsi. Sedimentasi ekstrem membuat daya tampungnya runtuh. Begitu hujan deras datang, air langsung melompat ke permukiman," kata Shalihin.

Baca juga:

WALHI soroti Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI)

Evakuasi warga di Desa Reuleut Timu, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Sabtu (29/11/2025).KOMPAS.COM/MASRIADI SAMBO Evakuasi warga di Desa Reuleut Timu, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Sabtu (29/11/2025).

WALHI juga menyoroti aktivitas PETI dalam dua tahun terakhir. Aktivitas ini merusak hulu sungai lantaran tebing digali, bukit dibelah, dan air sungai berubah keruh karena limbah.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir di Aceh, Pemerintah Didorong Pulihkan Alam Pasca-bencana
Banjir di Aceh, Pemerintah Didorong Pulihkan Alam Pasca-bencana
LSM/Figur
IMO Soroti Meningkatnya Pelanggaran Hak Pelaut, Kapal Ilegal hingga Penelantaran
IMO Soroti Meningkatnya Pelanggaran Hak Pelaut, Kapal Ilegal hingga Penelantaran
Pemerintah
Gerakan Zero Waste di IKN, Targetkan 60 Persen Daur Ulang Sampah pada 2035
Gerakan Zero Waste di IKN, Targetkan 60 Persen Daur Ulang Sampah pada 2035
Pemerintah
Banjir di Aceh dan Sumatera, WALHI Soroti Deforestasi 1,4 Juta Hektar dan Krisis Iklim
Banjir di Aceh dan Sumatera, WALHI Soroti Deforestasi 1,4 Juta Hektar dan Krisis Iklim
LSM/Figur
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Swasta
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Pemerintah
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Swasta
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Pemerintah
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Pemerintah
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Pemerintah
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
LSM/Figur
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
LSM/Figur
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pemerintah
Upaya Warga Selamatkan Kakatua Jambul Kuning Langka, Tanam Pohon Kelengkeng
Upaya Warga Selamatkan Kakatua Jambul Kuning Langka, Tanam Pohon Kelengkeng
LSM/Figur
IS2P Bekali Jurnalis untuk Olah Laporan Keberlanjutan dan Cegah Greenwashing
IS2P Bekali Jurnalis untuk Olah Laporan Keberlanjutan dan Cegah Greenwashing
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau