Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia

Kompas.com, 5 Desember 2025, 14:32 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Secara esensi, pupuk organik dan pupuk anorganik atau kimia disebut sebagai dua hal yang saling melengkapi.

Direktur Operasi PT Pupuk Indonesia (Persero), Dwi Satriyo Annurogo mengatakan, kedua jenis tersebut tidak perlu diposisikan secara dikotomi yang terus dipertentangkan.

Baca juga: Ahli Ungkap Potensi Bakteri Jadi Pengganti Pupuk dan Pestisida

Tanaman membutuhkan 'makanan' yang diperoleh dari alam, seperti karbon, hidrogen, dan oksigen. Namun, 'makanan' utama tanaman adalah nitrogen, fosfat, dan kalium (NPK) yang disediakan pupuk organik maupun pupuk anorganik.

Tanpa pupuk, tanaman tidak akan tumbuh dengan baik dan hasil produksinya akan jauh lebih rendah.

Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, dengan membuatnya menjadi lebih gembur. Pupuk organik bisa meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang. Kini, pupuk organik sudah bersubsidi berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025.

Namun, pupuk organik tidak berdampak langsung terhadap produktivitas tanaman. Penggunaan pupuk anorganik mengisi kekurangan tersebut.

Di sisi lain, penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus juga akan menurunkan kesuburan tanah. Imbasnya, dosis pemberian pupuk anorganik akan semakin meningkat.

"Pupuk organik untuk tanah, pupuk anorganik untuk makanan tanaman. Ini yang harus kita ambil esensinya. Ini saling melengkapi, bukan dua jenis pupuk yang dipertentangkan, mana yang lebih baik. Menggunakan pupuk organik saja tanpa anorganik, (hasil produksi) tanaman tersebut akan kurang," ujar Satriyo di Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Adaptasi iklim

Sektor pertanian di Indonesia perlu memanfaatkan teknologi dan data dalam mengelola lahannya (pertanian presisi) agar bisa beradaptasi dengan krisis iklim. Termasuk, untuk meningkatkan ketepatan dalam pemberian pupuk ke tanaman.

"Jangan berlebih atau tidak kurang. Nah, ini perlu big data untuk tanah dan komoditi," tutur Satriyo.

Kata dia, Pupuk Indonesia mempunyai data kesuburan tanah per kecamatan di Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi.

Data tersebut mencakup informasi tentang kandungan nitrogen, fosfat, kalium, sampai tingkat keasaman. Dengan data yang detail hingga tingkat kecamatan, rekomendasi komposisi pupuk untuk setiap jenis tanah bisa lebih optimal.

Pendekatan tersebut untuk menghindari penggunaan pupuk secara berlebihan, yang dapat merugikan tanah dan mengurangi efisiensi.

Baca juga: Intip Upaya Pupuk Indonesia Menuju Net Zero Emission 2060

"Jadi, kami tidak bisa langsung menggunakan asumsi lama ya, semakin banyak pupuk, semakin subur, enggak. Itu ada titik optimalnya, semakin banyak juga akan mencemari tanah juga tidak, akan boros juga Akan ada, akan menjadi faktor yang tidak, yang justru kontraproduktif terhadap pertumbuhan tanaman," ucapnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau