Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim

Kompas.com, 8 Desember 2025, 16:04 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perdagangan global tetap stabil meski ada tarif, ketegangan geopolitik, dan penataan ulang rantai pasokan. Bahkan, pada awal 2025, perdagangan diprediksi tumbuh 4 persen, menentang prediksi adanya perlambatan.

Namun laporan Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) 2025 memperingatkan bahwa stabilitas perdagangan itu sebenarnya menutupi kerentanan yang lebih dalam yakni sistem keuangan yang membiayainya.

Laporan menyebut, fondasi keuangan global sedang rapuh dan sedang digoyahkan oleh serangkaian faktor yang meliputi krisis iklim dan tekanan ekonomi makro.

Rebeca Grynspan, sekretaris jenderal UNCTAD mengungkapkan perdagangan bukan hanya kumpulan pemasok.

“Ini juga merupakan rangkaian jalur kredit, sistem pembayaran, pasar valuta asing, dan arus modal. Dan perubahan iklim sedang menekan semua itu sekaligus," katanya dikutip dari Down to Earth, Rabu (3/12/2025)

Baca juga: Perdagangan Global Picu Kenaikan Emisi Metana yang Berbahaya

Lebih dari 90 persen perdagangan global kini bergantung pada pembiayaan perdagangan (trade finance) misalnya surat kredit, pembiayaan rantai pasok, jaminan, platform kliring digital, dan derivatif yang memungkinkan eksportir dan importir bertukar bisnis lintas negara.

Itu berarti mesin nyata perdagangan dunia adalah neraca keuangan bukan pabrik.

Gambarannya, di balik setiap pengiriman terdapat penilaian kredit. Di balik setiap kontainer, terdapat nilai tukar. Di balik setiap rantai pasok, terdapat jaringan bank koresponden.

Namun, sistem pembiayaan perdagangan global sekarang berada di bawah tekanan dan hal ini paling parah dirasakan di negara-negara berkembang.

Perubahan iklim juga mempercepat tekanan tersebut.

Seiring meningkatnya dampak iklim seperti badai, gelombang panas, kekeringan, dampak tersebut semakin diperhitungkan dalam pasar keuangan.

Misalnya saja, bank memperketat model risiko, biaya asuransi melonjak, jaminan ekspor menyusut, dan negara-negara yang menghadapi guncangan iklim berulang kehilangan kelayakan kredit. Hal tersebut membatasi akses mereka ke pembiayaan perdagangan justru ketika mereka sangat membutuhkannya.

Menurut UNCTAD, peristiwa cuaca ekstrem meningkatkan risiko gagal bayar di industri pertanian dan komoditas. Di negara-negara yang rentan terhadap dampak iklim, volatilitas mata uang meningkatkan biaya lindung nilai.

Lembaga keuangan sedang mengevaluasi kembali kelayakan pemberian pinjaman kepada eksportir di wilayah dengan risiko tinggi.

Baca juga: Perdagangan Pangan Global: Hemat Air buat Negara Kaya, Picu Krisis untuk yang Miskin

Transisi hijau berisiko pula memperlebar kesenjangan ini. Eksportir tanpa akses ke pembiayaan perdagangan yang terjangkau tidak dapat meningkatkan produksi, memenuhi standar hijau, membeli peralatan yang lebih bersih, atau berintegrasi ke dalam rantai nilai global rendah karbon.

Masa depan yang selaras dengan iklim, menurut UNCTAD, akan ditentukan tidak hanya oleh pilihan energi tetapi juga oleh siapa yang mengendalikan jalur keuangan perdagangan.

Laporan UNCTAD menyimpulkan: krisis iklim kini adalah risiko finansial, bukan hanya risiko lingkungan. Dampaknya yang mendalam dan mendasar ini secara paksa mendefinisikan ulang cara kerja perdagangan internasional.

Untuk memperbaiki kondisi tersebut UNCTAD pun merekomendasikan beberapa hal: jaminan publik untuk ekonomi rentan iklim, likuiditas kontrasiklus dari bank multilateral, reformasi risiko volatilitas mata uang, platform pembiayaan regional non dolar, dan juga aturan global untuk standar hijau.

Jika sistem keuangan tidak diperbaiki untuk mengatasi risiko iklim dan tekanan likuiditas perdagangan global akan menjadi semakin terfragmentasi, bukan karena rantai pasok gagal, tetapi karena keuangan gagal terlebih dahulu dalam menyediakan pembiayaan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Pemerintah
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
Pemerintah
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Swasta
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
Pemerintah
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
Pemerintah
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
Pemerintah
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Pemerintah
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Pemerintah
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
LSM/Figur
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
Pemerintah
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
LSM/Figur
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Pemerintah
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
Pemerintah
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
Pemerintah
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau