KOMPAS.com - Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Suwung di Bali akan ditutup mulai Selasa (23/12/2025) secara total. Hal tersebut disampaikan oleh Gubernor Bali, Wayang Koster kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung.
"TPA Suwung harus ditutup paling lambat tanggal 23 Desember 2025, Pemkot Denpasar dan Pemkab Badung dilarang membawa sampah ke TPA Suwung," ucap Wayan Koster, dilansir dari Antara, Senin (8/12/2025).
Baca juga:
Koster menjelaskan alasan penutupan total TPA Suwung. Lokasi pembuangan sampah tersebut telah menimbulkan dampak lingkungan serius dan membuat warga sekitar tidak nyaman.
Menteri Lingkungan Hidup kemudian melakukan proses penyelidikan kepada DKLH (Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup) Bali, DLHK Denpasar, dan DLHK Badung.
Ketiga instansi tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah.
Pelanggaran tersebut seharusnya dikenakan sanksi pidana. Namun, Koster disebut memohon kepada Menteri Lingkungan Hidup agar tidak melakukan proses hukum pidana. Ia meminta agar sanksi yang diberikan hanya berupa sanksi administrasi.
Komitmen bersama pun dibuat. Salah satu komitmen itu adalah menutup total TPA Suwung mulai Desember 2025. Komitmen ini dilakukan bersama Wali Kota Denpasar dan Bupati Badung.
Permohonan tersebut kemudian diterima. Menteri Lingkungan Hidup mengeluarkan Keputusan Nomor 921 Tahun 2025 tentang Penerapan Sanksi Administrasi Berupa Paksaan Pemerintah Penghentian Pengelolaan Sampah Sistem Pembuangan Terbuka/Open Dumping Pada TPA Regional Sarbagita Suwung.
Dalam keputusan itu disebutkan bahwa pengelolaan sampah dengan sistem pembuangan terbuka harus dihentikan paling lama 180 hari sejak 23 Mei 2025. Batas waktu itu jatuh pada 23 Desember 2025.
Baca juga:
Puncak TPA Suwung Bali dilihat dari area mangrove di Serangan, Jumat (5/12/2025).Koster meminta Wali Kota Denpasar dan Bupati Badung segera menyiapkan pengelolaan sampah di luar TPA Suwung.
Menurutnya, pengelolaan bisa dilakukan dengan mengoptimalkan teba modern, TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reuse, Reduce, Recycle), TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu), penggunaan mesin pencacah, serta dekomposer untuk mempercepat proses pengomposan di tingkat rumah tangga.
"Agar dapat menggunakan model pengelolaan sampah ini, maka harus dilakukan pemilahan sampah organik dan bukan organik di tingkat rumah tangga," kata Koster.
Ia juga mengarahkan agar daerah mengoptimalkan pengelolaan sampah berbasis sumber mulai dari rumah tangga sampai tingkat desa, kelurahan, dan desa adat. Ia meminta pemerintah daerah menyiapkan pola terbaik untuk bekerja sama dengan pihak lain agar pengelolaan sampah berjalan maksimal.
"Segera lakukan sosialisasi kepada warga agar menyiapkan pengelolaan sampah secara mandiri atau bersama-sama dalam kelompok dengan pemilahan sampah organik dan bukan organik di tingkat rumah tangga," jelas Koster.
"Segera lakukan koordinasi teknis menyusun SOP (prosedur operasional standar) yang melibatkan DKLH Bali, DLHK Denpasar, dan DLHK Badung," sambung dia.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya