Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdagangan Pangan Global: Hemat Air buat Negara Kaya, Picu Krisis untuk yang Miskin

Kompas.com, 1 September 2025, 17:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Earth com

KOMPAS.com - Selama ini kita hanya melihat hasil sebuah perdagangan pangan global terpampang di rak-rak supermarket, misalnya saja produk beras yang asalnya dari Vietnam.

Namun, yang sering tidak kita sadari adalah perdagangan pangan global ini ternyata secara tidak langsung mengakibatkan krisis air di negara miskin.

Mengapa bisa begitu? Mari kita uraikan.

Melansir Earth, Jumat (29/8/2025), ketika suatu negara mengimpor pangan, itu berarti menghemat air. Hal itu terjadi karena tanaman ditanam di tempat lain dan menggunakan air milik negara lain.

Negara-negara yang lebih kaya mampu melakukan hal ini. Dengan membeli pangan, mereka mengurangi tekanan pada pasokan air mereka sendiri.

Baca juga: Krisis Air Picu Kelaparan, Retno Marsudi Ungkap 3 Solusinya

Di sisi lain, negara-negara pengekspor pangan kehilangan air. Air tertanam dalam setiap ton jagung, kedelai, atau gula yang mereka kirim ke luar negeri. Dan ketika hilang, itu tidak akan kembali, menjadikan air langka di banyak negara pengekspor.

Mudah untuk menganggap sistem ini saling menguntungkan, tetapi kenyataannya tidak sesederhana itu.

Sebuah laporan baru dari UN Institute for Water, Environment and Health menunjukkan bahwa meskipun perdagangan makanan dapat mengurangi tekanan air di banyak tempat, hal ini juga bisa memperburuk keadaan di tempat lain terutama bagi orang-orang yang tinggal di daerah miskin.

Menurut laporan tersebut, transfer air virtual melalui perdagangan makanan pada umumnya mengurangi kelangkaan air bagi sebagian besar populasi global.

Namun, pada saat yang sama, transfer ini justru memperparah kekurangan air bagi jutaan orang lainnya, terutama mereka yang tinggal di komunitas berpenghasilan rendah.

Ini adalah sebuah kontras yang tajam.

Misalnya, China Utara, sebagian Eropa, dan Afrika Utara meraih keuntungan nyata dalam hal penghematan air berkat perdagangan global.

Namun, tempat-tempat seperti India, Pakistan, Australia bagian timur, dan AS bagian tengah tidak seberuntung itu. Mereka berada di posisi yang sulit atau bahkan semakin tenggelam dalam kelangkaan air.

"Bentuk perdagangan air virtual ini mencerminkan pola ketidakadilan lingkungan yang lebih luas di seluruh dunia. Biaya dan risiko lingkungan semakin dialihkan dari pihak yang mampu menanggungnya kepada pihak yang tidak mampu," kata Profesor Kaveh Madani, Direktur UNU-INWEH dan salah satu penulis laporan tersebut.

Masalahnya tidak hanya sebatas geografi, tetapi juga terkait pendapatan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau