Minat investor dinilai tetap kuat, terutama di kalangan dana obligasi hijau. Namun, obligasi transisi (transition bonds) masih terbatas.
Hanya satu obligasi semacam itu yang diterbitkan di Asia-Pasifik di luar Jepang, dan tidak ada satu pun di Asia Tenggara.
Lebih lanjut, pasar pinjaman ESG di Asia Pasifik dinilai mengalami pertumbuhan yang dramatis dan melampaui dunia pada kuartal ketiga 2025.
Lonjakan tersebut didorong oleh pemulihan pinjaman lingkungan dan yang lebih penting oleh sektor-sektor baru yang saat ini berpartisipasi secara aktif dalam pembiayaan berkelanjutan.
Shilpa Gulrajani dari DBS menyoroti peningkatan permintaan pembiayaan hijau didorong oleh sektor-sektor seperti digital dan logistik yang mencari solusi energi yang lebih bersih.
Dia menambahkan, pembiayaan transisi ekonomi riil, meliputi peningkatan jaringan listrik, efisiensi energi, dan dekarbonisasi rantai pasok, juga semakin diminati.
Pihak bank memperkirakan, pasar pendanaan berkelanjutaan di Asia Tenggara akan tetap kuat hingga tahun 2026. Sebab, perusahaan-perusahaan menggabungkan keberlanjutan ke dalam rencana jangka panjang mereka dan pemerintah di wilayah ini disebut terus mendukung kebijakan hijau.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya