JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, gelondongan kayu yang terseret banjir bandang Sumatera dapat dimanfaatkan kembali.
Dia menekankan pemanfaatan tersebut diperbolehkan jika tidak bertentangan dengan aturan Kementerian Kehutanan (Kemenhut).
Baca juga:
"Pemanfaatan limbah spesifik sepanjang memang tidak bertentangan dengan tata usaha kayu yang diatur oleh Kementerian Kehutanan maka kami memasukkan itu di dalam kategori yang bisa dimanfaatkan," ujar Hanif dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Senin (8/12/2025).
Gelondongan kayu di Desa Garoga, Tapanuli Selatan yang hilang ditelan banjir dan longsor Sebagaimana diketahui, ketika banjir melanda Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat, gelondongan kayu ikut terbawa arus lalu menumpuk di berbagai area, termasuk pantai dan sekolah.
Hanif menyatakan bakal mengeluarkan panduan kepada kepala daerah terdampak banjir terkait pemanfaatan kayu itu.
"Jadi saya akan memberikan arahan untuk (kayu) bisa digunakan atau dimanfaatkan sepanjang memang tidak bertentangan dengan tata usaha kayu yang ditentukan oleh Kementerian Kehutanan," tutur dia.
Baca juga:
Gelondongan kayu di Desa Garoga, Tapanuli Selatan yang hilang ditelan banjir dan longsor, Sabtu (6/12/2025)Saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga menelusuri limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di lokasi banjir karena adanya tambang emas di wilayah ini. Pihaknya pun menghentikan sementara operasional perusahaan tambang.
"Saya sudah memintakan, mungkin hari ini saya tanda tangani perintah audit lingkungan untuk memberikan gambaran jelas. Kami tidak bisa menduga-duga ya (ada limbah B3)," kata Hanif.
Baca juga: Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kemenhut, Dwi Januanto, menyatakan, kayu gelondongan yang ikut terbawa arus banjir di Sumatera berasal dari berbagai sumber.
Sumber tersebut termasuk sisa pohon lapuk, pohon tumbang, material bawaan sungai, area bekas penebangan legal, dan penebangan liar.
Kemenhut juga mendalami dugaan pelanggaran dan memroses bukti kejahatan kehutanan melalui mekanisme hukum yang berlaku.
Sebab, kejahatan kehutanan mulai dipoles dengan berbagai motif yang salah satunya memanfaatkan skema pemegang hak atas tanah (PHAT).
“Karena itu, kami tidak hanya menindak penebangan liar di lapangan, tetapi juga menelusuri dokumen, alur barang, dan alur dana di belakangnya penegakan multidoors dengan TPPU akan diterapkan untuk menjerat beneficial owner atau penerima manfaat utama dari pemanfaatan kayu ilegal ini," jelas Dwi dalam keterangannya, Sabtu (29/11/2025).
Menyikapi temuan itu, Kemenhut menetapkan moratorium layanan tata usaha kayu tumbuh alami di areal penggunaan lain (APL) untuk PHAT dalam sistem SIPuHH. Lainnya, mengevaluasi menyeluruh dan mengawasi seluruh pemanfaatan kayu di area pemanfaatan hutan.
Baca juga: Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya