Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai 7 Produk Rumah Tangga yang Dianggap Berbahaya

Kompas.com - 05/04/2023, 06:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk membuat suasana rumah saat hari-hari besar seperti Idul Fitri, seringkali kita menambahkan pengharum ruangan atau sekadar lilin aromaterapi, atau mengepel lantai dengan cairan pengharum.

Namun yang mengejutkan, produk-produk rumah tangga yang tampaknya aman tersebut, justru penuh dengan bahan kimia berbahaya dan harus diwaspadai.

Produk-produk rumah tangga ini mengandung senyawa organik volatil atau Volatile Organic Compound (VOC).

Senyawa ini merupakan bahan kimia yang 10 kali lebih berbahaya jika disimpan atau digunakan di dalam ruangan, terutama untuk anak-anak.

Baca juga: Singkong dan Sekam Padi, Material Bangunan Sekolah Ramah Lingkungan

Meski demikian, jangan panik, Anda dapat dengan mudah menghapus atau mengurangi kadar VOC di rumah.

Langkah pertama adalah menyimpan produk yang mengandung VOC di luar rumah, seperti gudang atau garasi luar ruang.

Jika pun Anda perlu menggunakan produk dengan kandungan VOC, berbagai pilihan filtrasi udara dapat menurunkan tingkat konsumsinya.

Sebelumnya, Anda harus mengetahui benda-benda apa yang mengandung VOC:

1. Aseton

Bahan ini banyak ditemukan pada penghapus cat kuku, pemoles furnitur, dan kertas dinding.

Alternatif pengganti: Anda bisa menggunakan penghapus cat kuku bebas aseton. Anda bisa menggunakan alkohol, dan terbebas dari VOC.

Hal yang sama berlaku untuk pemoles furnitur. Gunakan pengganti pemoles furnitur dengan produk berbasis air atau water based.

2. Bensol

Banyak ditemukan pada cat, lem, karpet, dan emisi dari pembakaran bensin.

Alternatif yang bisa digunakan: cat dan lem bebas bensol yang banyak tersedia di pasaran.

3. Etanol

Ditemukan pada pembersih kaca, deterjen pencuci piring, dan deterjen pembersih keramik.

Bila Anda terpaksa menggunakan produk pembersih ruangan yang berisi etanol, pastikan untuk membuka jendela atau membuat sistem penyaringan udara yang efektif. Cara ini akan menyerap bahan kimia tersebut.

4. Butanal

Ditemukan pada emisi dari barbecue, pembakaran lilin, kompor, dan rokok.

Cobalah untuk tidak merokok dan hindari perokok. Sebaiknya, kurangi juga menghirup asap rokok.

Selain rokok, kebanyakan kompor mengandung butanal termasuk berkemah atau kompor outdoor, sehingga lebih baik digunakan di luar.

5. Karbon disulfida

Bahan ini ditemukan pada pada air keran yang mengandung klorin.

Cara terbaik untuk menghindari VOC ini dengan memiliki sistem filtrasi karbon.

6. Diklorobenzena

Bahan tersebut ditemukan pada kapur barus dan pengharum.

Hindari penggunaan kapur barus saat menyimpan pakaian yang jarang digunakan atau pada musim-musim tertentu.

Cobalah menggunakan chip cedar, wadah kedap udara atau tas pakaian sebagai gantinya. Aroma lavender juga membantu membuat ngengat kabur.

7. Formaldehida

Bahan ini sering ditemukan pada pernis lantai dan plastik.

Gunakan barang dengan finishing polyurethane berbasis air yang kuat dan rendah racun.

Agar benar-benar aman, hindarilah sebanyak mungkin menggunakan plastik dari kehidupan sehari-hari Anda.

Jika tidak memungkinkan, gunakan plastik dengan bahan bebas Bisphenol A atau BPA yakni bahan kimia yang telah digunakan selama lebih dari 40 tahun dalam pembuatan plastik polikarbonat (PC) dan resin epoksi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Masyarakat Jabodetabek Butuh Hutan Sebagai Penyangga, Tapi Alih Fungsi Lahan Kian Masif

Masyarakat Jabodetabek Butuh Hutan Sebagai Penyangga, Tapi Alih Fungsi Lahan Kian Masif

Pemerintah
Eksekutif Perusahaan Setuju Aktivitas Keberlanjutan Bisa Dongkrak Penjualan

Eksekutif Perusahaan Setuju Aktivitas Keberlanjutan Bisa Dongkrak Penjualan

Swasta
Walhi Laporkan 47 Perusahaan yang Diduga Rusak Lingkungan ke Kejagung

Walhi Laporkan 47 Perusahaan yang Diduga Rusak Lingkungan ke Kejagung

Pemerintah
RUU Masyarakat Adat: Janji Politik atau Ilusi Hukum?

RUU Masyarakat Adat: Janji Politik atau Ilusi Hukum?

Pemerintah
Jakarta Jadi Pionir Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon

Jakarta Jadi Pionir Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon

Pemerintah
Jakarta dan Hangzhou Alami Dampak Paling Parah akibat Perubahan Cuaca Ekstrem

Jakarta dan Hangzhou Alami Dampak Paling Parah akibat Perubahan Cuaca Ekstrem

Pemerintah
Pemasangan Panel Surya Global Dinginkan Bumi Hingga 0,13 Derajat C

Pemasangan Panel Surya Global Dinginkan Bumi Hingga 0,13 Derajat C

LSM/Figur
Pemerintah Wacanakan Bangun Hutan Wakaf untuk Ibadah dan Pelestarian Alam

Pemerintah Wacanakan Bangun Hutan Wakaf untuk Ibadah dan Pelestarian Alam

Pemerintah
Pemerintah Akan Evaluasi PLTSa, dari 12 Kota Hanya 2 yang Beroperasi

Pemerintah Akan Evaluasi PLTSa, dari 12 Kota Hanya 2 yang Beroperasi

Pemerintah
Sedekah Sampah Ala Hanan Attaki, Masyarakat Bisa Jual Plastik di Masjid

Sedekah Sampah Ala Hanan Attaki, Masyarakat Bisa Jual Plastik di Masjid

LSM/Figur
Jakarta Kembali Masuk 10 Besar Ibu Kota Paling Berpolusi di Dunia Sepanjang 2024

Jakarta Kembali Masuk 10 Besar Ibu Kota Paling Berpolusi di Dunia Sepanjang 2024

LSM/Figur
Indonesia Disebut Berpeluang Pasarkan Jasa Penyimpanan Karbon ke Luar Negeri

Indonesia Disebut Berpeluang Pasarkan Jasa Penyimpanan Karbon ke Luar Negeri

Pemerintah
Pemerintah Targetkan 30 Kota Kelola Sampah Jadi Listrik 4 Tahun Lagi

Pemerintah Targetkan 30 Kota Kelola Sampah Jadi Listrik 4 Tahun Lagi

Pemerintah
Terbukti Cemari Lingkungan, Pengelola TPA Ilegal Dikenakan Pidana

Terbukti Cemari Lingkungan, Pengelola TPA Ilegal Dikenakan Pidana

Pemerintah
Mikroplastik Hambat Fotosintesis Tanaman, Jutaan Orang Terancam Kelaparan

Mikroplastik Hambat Fotosintesis Tanaman, Jutaan Orang Terancam Kelaparan

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau