Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/05/2023, 07:55 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Budidaya kopi menjadi komoditas yang menjanjikan bagi negara agraris seperti Indonesia.

Bahkan, Kementerian Perdagangan dalam Warta Ekspor: Speciality Kopi Indonesia menyebutkan, kopi merupakan komoditi terbesar kedua yang diperdagangkan di dunia, memiliki potensi dan pasar yang sangat besar.

Terlebih, saat ini kopi juga kian dilirik oleh kalangan muda lewat bisnis gerai kopi kekinian, diikuti sejumlah seni menyajikan kopi di dalamnya.

Dalam hal ini, perusahaan social entrepreneur yang bergerak di bidang pengelolaan perkebunan dan pengolahan pasca-panen kopi, Java Kirana, melihat budidaya kopi tidak hanya sebagai sektor penghasil produk atau komoditas, melainkan juga salah satu cara untuk menjaga lingkungan.

Co-founder Java Kirana Noverian Aditya mengatakan, Java Kirana berusaha menjaga lingkungan dengan metode budidaya tumpangsari yang baik.

"Mitra kita encourage untuk budidaya tumpangsari atau permaculture agar bisa bertani dengan keberlanjutan dan lestari" jelas Eri kepada Kompas.com dalam acara Pasar Lestari di Palmerah, Yuk! pada Jumat (19/5/2023).

Selain itu, Java Kirana mengajak para petani kopi untuk mengurangi ketergantungan atas pupuk dan pestisida kimia dengan melakukan tumpangsari.

Pasalnya, jika dikelola dan dirancang dengan baik, beberapa tanaman bisa memberikan fungsi pupuk dan pestisida alami untuk satu sama lain.

Baca juga: Kopi, Wilayah, dan Keberlanjutan

Jelasnya, tanaman kopi memiliki peran besar dalam hal mitigasi bencana longsor serta menjaga keanekaragaman hayati melalui agroforestri, sehingga Java Kirana terus mendorong lebih banyak petani untuk menanam kopi di daerah pegunungan dan perbukitan.

Di sisi lain, Java Kirana melihat sejumlah permasalahan tata kelola yang dihadapi oleh petani kopi Indonesia, khususnya dalam masalah konsistensi kualitas dan manajemen keuangan.

Berbeda dengan karyawan kantoran, petani tidak mendapatkan gaji setiap bulan, melainkan hanya saat waktu panen tiba. Sehingga membuat bertani menjadi pekerjaan sampingan untuk kebanyakan masyarakat rural.

Sayangnya, manajemen keuangan yang kurang baik membuat para petani kopi akan menghadapi kesulitan pada momen-momen tertentu.

"Problem yang selalu saya temui sejak tahun 2017 adalah mereka itu enggak punya uang ketika anaknya mau sekolah dan ketika anggota keluarganya sakit," imbuh Eri.

Oleh karena itu, Java Kirana memberikan solusi dengan mengedukasi dan memfasilitasi mereka untuk menyisihkan uang kesehatan dan uang pendidikan anak.

Nantinya, para petani kopi yang mengikuti program Java Kirana tidak harus mengembalikan uang kesehatan dan pendidikan tersebut dalam bentuk dana, melainkan dengan memberikan komitmen untuk kerja sama jangka panjang untuk menyambut musim panen selanjutnya.

Untuk meningkatkan produktivitas para petani kopi, Java Kirana juga memberikan pelatihan metode budidaya kopi berdasar sains dan teknologi modern kepada para petani hingga bisa meningkatkan produktivitas petani hingga 30 persen.

Saat ini, Java Kirana berbasis di Bogor dan Garut, dengan rencana pengembangan ke wilayah Sumatera dan Sulawesi.

Kopi-kopi yang dibeli dari para petani selanjutnya akan disalurkan langsung kepada rumah sangrai, kafe, hotel, hingga pasar internasional.

Jumlah petani kopi yang menjadi mitra Java Kirana ada lebih dari 50 orang dengan luasan lahan perkebunan kopi yang dikelola sekitar 150 hektar.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau