Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transformasi Kawasan Mangrove Angke, Kini Jadi Pusat Edukasi

Kompas.com, 26 Mei 2023, 13:00 WIB
Yunanto Wiji Utomo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Saat kawasan Pluit-Angke-Pantai Indah Kapuk (PIK) berkembang pesat, Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) yang kini juga menjadi kawasan hutan mangrove terakhir di DKI Jakarta melakukan pembenahan.

Suaka yang didirikan pada tahun 1930 tersebut bertransformasi menjadi tempat edukasi dan peningkatan kesadaran warga kota soal ekosistem mangrove.

Direktur Program Kelautan Yayasan Konservasi Alam Nasional (YKAN) Muhammad Ilman mengatakan hal ini dikutip dari rilis, Jumat (26/5/2023).

"Kami mencoba menyediakan fasilitas bagi pengunjung. Sebelumnya kan ini sempat ditutup. Sekarang kita coba bangun sehingga pengunjung bisa belajar soal mangrove," terang dia.

Pembangunan yang sudah dimulai tahun 2018 itu menghasilkan track yang memungkinkan pengunjung masuk ke dalam hutan mangrove.

Ilman menuturkan, track yang ada tersebut dibuat bertiang dan tidak rapat.

"Jadi tidak mengganggu siklus hidrologi. Untuk membuatnya, kita juga tidak tebang kayu," jelas Ilman.

Selain track, ada pula beberap fasilitas di dalamnya, melalui museum mini, fasilitas pengawas, dan area penanaman mangrove baru.

"Ada blok penanaman yang sudah kita sediakan. Sehingga, ke depan, mungkin saja dimanfaatkan untuk pengunjung agar tidak hanya melihat, tetapi juga merasakan langsung menanamnya," imbuh Ilman.

Baca juga: Tahun Ini, WIKA Bakal Tanam 20.000 Bibit Mangrove

Menurut Ilman, fasilitas pengawas sendiri dibuat untuk meminimalkan dampak lingkungan dari aktivitas wisata.

Cara kerjanya, alarm akan berbunyi ketika mendeteksi pengunjung yang memberi makan monyet.

Ini memang aktivitas yang wajar, tetapi sebenarnya berdampak negatif pada primata tersebut.

Ke depan, SMMA diharapkan bisa menjadi badan usaha daerah yang bisa menjaga keberlanjutan finansial untuk pembangunan dan pemeliharaan dari uang warga yang berkunjung.

SMMA menghadapi masalah berbeda dengan kawasan mangrove lainnya. Jika di daerah ancaman ekosistem mangrove adalah pembukaan wilayah untuk pertanian dan tambak, SMMA terancam karena pembangunan kota dan perilaku warganya

Menurut Ilman, sampah plastik adalah salah satu ancaman. Kawasan mangrove menjadi penampung plastik dan kini tak mampu lagi menerima lebih banyak.

Spesies invasif yang dibawa warga kota seperti eceng gondok dinilai mengancam keanekaragaman hayati dalam SMMA.

Akan tetapi, kesadaran warga kota soal ekosistem mangrove sebenarnya sudah lebih baik, tetapi berbeda dengan tanaman mangrove.

"Tahunya soal mangrove jangan ditebang. Padahal, mangrove adalah satu kesatuan ekosistem. Kalau buang sampah di Bandung, Bogor sana, bisa berpengaruh sampai ke sini. Itu yang belum banyak orang ketahui," urai Ilman.

SMMA berharap, dengan masuk ke dalam mangrove, warga kota bisa tahu rasanya tinggal di sana beserta bisa mengenal fungsinya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
KLH Identifikasi Hutan di Aceh Dibuka untuk Sawit dan Tambang Ilegal
KLH Identifikasi Hutan di Aceh Dibuka untuk Sawit dan Tambang Ilegal
Pemerintah
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau