Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksploitasi Berkedok Investasi di Pulau Kecil Kepri Harus Dihentikan

Kompas.com, 8 Juli 2023, 19:37 WIB
Hadi Maulana,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BATAM, KOMPAS.com – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) menyoroti sejumlah isu strategis maritim, seperti pengelolaan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

“Pemerintah Provinsi Kepri belum memberikan grand desain yang konkret untuk mengelola pulau-pulau kecil, dampaknya pembangunan kawasan pesisir belum merata dan minim perhatian,” kata Presiden Mahasiswa UMRAH Alfi Riyan Syafutra, Jumat (7/7/2023).

Alfi mengatakan sudah seharusnya pemerintah membuat grand desain yang konkret dalam mengelola pulau-pulau di Kepri, karena di dalamnya terdapat kehidupan masyarakat pesisir yang perlu diperhatikan.

Begitu juga dengan ekosistem yang harus dijaga, dirawat, dan dilindungi, bukan malah membuat kebijakan-kebijakan lain yang justru dapat merugikan masyarakat pesisir.

Baca juga: Tiga Sasaran Keberlanjutan di Forum Bisnis Energi ASEAN 2023

“Kebijakan yang yang diambil harus kebijakan yang berbasis maritime, karena kebijakan tersebut tentunya dapat mempengaruhi ekosistem dan kehidupan masyarakat di pesisir,” terang Alfi.

Kepri memiliki 2.408 pulau di pesisir yang tersebar di tujuh kabupaten kota. Alfi mencontohkan salah satunya Pulau Poto di Kabupaten Bintan, dimana pulau tersebut memiliki ekosistem hutan mangrove dengan luas sekitar 410.321 hektar.

Jika Pulau Poto tidak dikelolah dengan baik, tentunya kedepan akan dapat merusak ekosistem mangrove yang mengelilingi pulau trersebut.

“Bukan ekosistem saja, masyarakat pesisir yang tinggal di pulau tersebut juga terancam kelaparan, karena masyarakat pesisir yang mayoritas nelayan tentunya sangat terbantu dengan mangrove tersebut, karena dapat menjadi ekosistem untuk pelestarian ikan, kepting dan hewan laut lainnya,” papar Alfi.

Alfi mengaku telah melakukan advokasi langsung kepada masyarakat setempat, terkhusus kepada seorang masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan lokal di Pulau Poto, dan hasil advokasi di lapangan, bahwa sebagian besar warga Pulau Poto berprofesi sebagai nelayan lokal dan sumber penghidupan mereka bertumpu pada sektor laut.

Baca juga: Terapkan Inisiatif Keberlanjutan, Enseval Eletrifikasi Armada Logistik

“Bisa dibayangkan jika ekositem laut rusak, maka akan banyak masyarakat yang terancam kelaparan karena sulitnya mencari hasil laut untuk dijual,” ungkap Alfi.

Lebih jauh Alfi mengatakan, dengan 96 persen luas laut, memang sudah seharusnya Kepri memanfaatkan potensi laut sebagai sumber ekonomi rakyat agar terjadi pemerataan pembangunan pesisir.

Hal ini juga diperkuat dengan UU Nomor 23 2014, Pasal 27 ayat (1) tentang Daerah Provinsi diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya laut yang ada di wilayahnya.

“Pemerintah daerah harus cepat mempunyai kesadaran untuk menyelesaikan kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah,” tegas Alfi.

“Perlu adanya keabsahan regulasi guna menjaga dan mendorong kemajuan daerah, khususnya masyarakat pesisir dan pulau-pulau di Kepri,” tambah Alfi.

Menurutnya, dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan bahwa suatu pembangunan di wilayah tertentu, seperti kabupaten atau provinsi, dapat berlangsung secara berkelanjutan jika permintaan total manusia terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan suatu ekosistem wilayah.

Baca juga: Sepuluh Perwakilan Pemda Deklarasikan Keberlanjutan Penanganan Kumuh

Pembangunan untuk menyediakan (memproduksi) sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan tersebut dalam kurun waktu tertentu dipandang perlu dilakukan agar masyarakat di kawasan pesisir mendapat kepastian hukum.

Dia pun menyinggung berbagai permasalahan hukum yang terkait dengan pengelolaan pesisir laut dan pulau-pulau kecil, yaitu konflik antar undang-undang, konflik antara undang-undang dengan hukum adat, serta kekosongan hukum.

Permasalahan tersebut kemudian bermuara pada ketidakpastian hukum, konflik kewenangan dan pemanfaatan, serta kerusakan bio-geofisik sumber daya pesisir yang sangat merugikan masyarakat.

“Ditambah dengan banyak terjadi eksploitasi pulau- pulau untuk industri pertambangan, yang dampaknya sudah dirasakan masyarakat pesisir, tentunya tidak perlu lagi terjadi di Kepri,” pungkas Alfi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau