KOMPAS.com – Pemerintah berencana mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) berupa bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan bermotor.
Pemerintah sedang menghitung kualitas bahan bakar yang dihasilkan dan nilai keekonomian dari campuran BBM dengan bioteanol dalam pilot project.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pengembangan tersebut akan dapat meningkatkan perekonomian rakyat.
Baca juga: Pemerintah Targetkan Produksi Bioetanol Capai 1,2 Juta Kiloliter
“Ini sesuatu yang bagus dan sudah ada contohnya di beberapa negara tropis seperti di Brasil,” kata Arifin di kantor Kementerian ESDM, Jumat (14/7/2023).
Menurut Arifin, pengembangan bahan bakar baru harus melalui serangkaian tahapan dan pengujian agar tergambar kelayakan untuk diproduksi secara massal.
“Kita saat ini baru pada tahap pilot, baru akan ada scale up. Nanti baru dianalisis keekonomiannya dan selama itu harus juga ada free marketing,” ucap Arifin, sebagaimana dilansir siaran pers Kementerian ESDM.
“Uji coba dulu respons dari masyarakat baik atau tidak kemudian kualitasnya bagus atau tidak dan memang harus ada tahap-tahapan seperti itu. Dan jika sudah skala besar, kita akan bangun industrinya. Pasti kita harus menuju ke sana karena kita masih punya lahan yang luas,” lanjutnya.
Baca juga: Suzuki XL7 Hybrid Sudah Bisa Minum Bioetanol
Tahun lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 4 November 2022 telah meluncurkan program Bioetanol Tebu Untuk Ketahanan Energi.
Peresmian ini dilaksanakan di sela kunjungan kerja di pabrik bioetanol PT Energi Agro Nusantara (Enero), Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Sementara itu, Tim Studi Bioetanol ITB telah melakukan kajian pencampuran etanol 5 persen ke dalam Pertalite (RON 90) menjadi kualitas sama dengan Pertamax (RON 92).
Studi ITB tersebut konsisten dengan kajian pencampuran etanol 5 persen dengan pertalite (RON 90) yang dilakukan oleh PT Pertamina.
Baca juga: Shell Indonesia Masih Enggan Produksi Bioetanol seperti Pertamina
Potensi hilirisasi bioetanol berbasis tebu membuka peluang menciptakan ketahanan energi dengan mengurangi ketergantungan impor BBM nasional, sekaligus menciptakan bauran energi baru terbarukan yang ramah lingkungan.
Hasil riset ITB tersebut juga menunjukkan Indonesia telah menghemat devisa sebesar 2,6 miliar dollar AS dari substitusi impor diesel melalui program biodiesel kelapa sawit.
Di sisi lain, laporan ITB memproyeksikan Indonesia akan mengimpor hingga 35,6 juta kiloliter pada 2040 atau hampir dua kali lipat dari jumlah impor BBM pada 2021.
Penggunaan bioetanol sebagai campuran BBM disebut dapat menurunkan impor bensin, menurunkan polutan emisi kendaraan, dan menciptakan potensi lapangan kerja di sektor pertanian dan produksi bioetanol.
Baca juga: Mengenal BBM Baru Bioetanol Pertamina Pertamax Green 95
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya