Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/08/2023, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Pengelolaan sampah plastik, terutama yang tidak bisa didaur ulang dan mempunyai nilai yang sangat rendah, harus melibatkan produsen.

Project Lead Corp Plastic Campaign Greenpeace Indonesia Ibar Akbar mengatakan, produsen bertanggung jawab untuk mengambil kembali kemasan plastik yang diproduksinya.

Ibar menuturkan, hal tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Baca juga: Valuasi Daur Ulang Sampah Plastik Indonesia Belum Terhitung

Pasal 15 UU Nomor 18 Tahun 2008 berbunyi, “Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.”

Ibar menilai, sejauh ini semua tanggung jawab pascakonsumsi dibebankan ke pemerintah atau masyarakat untuk mengelola sampah.

“Akhirnya masyarakat tidak punya pilihan lagi. Di sinilah ada tangung jawab yang hilang,” kata Ibar saat dihubungi Kompas.com, Selasa (8/8/2023).

Ibar menyampaikan, produsen seharusnya punya kemampuan untuk menarik kembali plastik kemasannya pascakonsumsi.

Baca juga: Raih Dana Hibah Transform, Alner Kurangi 1.300 Kilogram Sampah Plastik

Dia mencontohkan, sampah-sampah dengan nilai cukup tinggi untuk daur ulang saja, seperti botol plastik polyethylene terephthalate (PET), ada banyak yang tercecer dan mencemari lautan atau sungai.

Jika sampah seperti itu saja berserakan, sampah dengan nilai daur ulang yang rendah seperti plastik saset sekali pakai, semakin banyak yang berceceran.

Pemulung dan pengepul tidak mau menyerapnya karena tidak laku untuk dijual. Sehingga sampah plastik saset perlu diserap langsung oleh produsennya.

“Karena mereka desain kemasan hanya sekali pakai saja, mereka punya tanggung jawab untuk mengambil lagi kembali kemasan yang diproduksinya,” tutur Ibar.

Baca juga: 6 Cara Kreatif Daur Ulang Botol Plastik di Rumah

Ibar menuturkan, peraturan turunan yang mengatur produsen untuk mengelola plastiknya adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen.

Permen tersebut meminta agar produsen memiliki peta jalan pengelolaan sampah mulai dari pembatasan, daur ulang, hingga pemanfaatan kembali.

Targetnya adalah pengurangan sampah oleh produsen di masing-masing bidang usaha sebesar 30 persen pada 2029.

Baca juga: Kurangi 30 Persen Sampah Plastik, Waste Station Hadir di RDTX Place

Target selanjutnya adalah melarang pemakaian plastik saset sebagai kemasan produk dengan ukuran kurang dari 50 mililiter atau 50 gram dan sedotan plastik pada minuman kemasan pada 2030.

“Kami lihat di beberapa waktu belakang Kementerian LHK masih mendorong perusahaan-perusahaan yang belum mengirim peta jalan (pengelolaan sampah),” tutur Ibar.

Dia menyampaikan, perlu ketegasan dari pemerintah untuk menegakkan aturan tersebut agar target yang dicapai dapat terealisasi.

Baca juga: Bergantung Daur Ulang Saja Tak Cukup Atasi Sampah Plastik

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau