KOMPAS.com – Tingginya emisi karbon yang dihasilkan kendaraan bermotor semestinya menjadi momentum transformasi menuju ekosistem transportasi yang bersih.
Hal tersebut disampaikan Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov pada Rabu (16/8/2023).
Untuk mengurangi emisi karbon dari penggunaan kendaraan pribadi, dia meminta pemerintah fokus dalam menyediakan transportasi massal yang nyaman dan terjangkau.
Baca juga: Kualitas Udara Buruk, Walkot Tangerang Instruksikan Pegawainya Naik Transportasi Umum
“Bahkan untuk mendorong penggunaan transportasi publik yang lebih masif lagi, pemerintah patut mempertimbangkan realokasi sebagian anggaran subsidi BBM (bahan bakar minyak) untuk tarif transportasi publik,” ucap Abra, sebagaimana dilansir Antara.
Upaya mengurangi emisi karbon di sektor transportasi juga dilakukan dengan mendorong transisi dari kendaraan pribadi berbahan bakar energi fosil menjadi kendaraan berbasis listrik.
Dia menganggap, transisi kendaraan berbasis listrik dapat memangkas lebih dari separuh emisi karbon dibandingkan kendaraan berbahan bakar energi fosil.
Pemangkasan tersebut setara 1,2 karbon dioksida ekuivalen per 1,2 kilowatt jam (kWh) listrik dengan komposisi bauran energi pembangkit listrik seperti saat ini.
Baca juga: Dukung Transportasi Hijau, Bluebird Tambah Armada EV 500 Unit
Saat ini, pemerintah telah menyediakan insentif fiskal berupa potongan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian mobil listrik serta subsidi motor listrik.
Abra berharap, fasilitas tersebut dapat menjadi daya tarik masyarakat beralih ke kendaraan listrik.
Selain itu, pemerintah juga harus menjamin tersedianya infrastruktur pendukung ekosistem kendaraan berbasis listrik seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU).
Dia juga meminta pemerintah untuk menunjukkan komitmen menjaga keandalan pembangkit listrik dengan teknologi bersih melalui perubahan gaya hidup masyarakat menuju transportasi bersih berbasis listrik.
Baca juga: Parlemen Eropa Sidak Pengembangan Transportasi Berbasis Energi Bersih di Indonesia
Abra turut meminta pemerintah juga konsisten dalam memastikan transisi energi di sektor ketenagalistrikan sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
Dalam RUPTL tersebut, porsi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara terhadap bauran energi Indonesia ditargetkan turun dari 67 persen pada 2021 menjadi 59,4 persen pada 2030.
Terkait PLTU yang beroperasi di ujung barat Pulau Jawa, pemerintah juga harus menjamin bahwa PLTU tersebut telah dilengkapi dengan continuous emission monitoring system (CEMS) sehingga pemerintah dapat memantau emisi yang dikeluarkan.
“Hal ini sebagai bentuk transparansi kepada publik bahwa transformasi transportasi bersih didukung oleh sumber listrik dari pembangkit dengan teknologi bersih,” ujarnya.
Baca juga: Sektor Transportasi Sumbang Polusi Udara Terbesar di Jakarta, Pengamat: Paling Banyak Sepeda Motor
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya