Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 23 Agustus 2023, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Industri fesyen cepat alias fast fashion yang berdampak signifikan terhadap lingkungan bukanlah menjadi isu yang baru.

Salah satu dampak industri fast fashion di hulunya adalah adalah sektor ini berkontribusi terhadap 10 persen karbon emisi global.

Selain itu, industri fast fashion juga menimbulkan permasalahan di hilirnya, yaitu limbah dan sampah pakaian yang sudah tidak terpakai.

Dilansir dari Earth.org, ada jutaan pakaian produk industri fast fashion yang berakhir di tempat pembuangan sampah setiap harinya.

Berikut adalah tujuh fakta sampah fast fashion, sebagaimana dilansir Earth.org.

Baca juga: Fast Fashion: Tren Pakaian yang Berdampak Buruk untuk Lingkungan

1. 92 juta ton limbah tekstil setiap tahunnya

Dari 100 miliar pakaian yang diproduksi setiap tahunnya, 92 juta ton berakhir di tempat pembuangan sampah.

Jika tren ini terus berlanjut, jumlah sampah fast fashion diperkirakan akan melonjak hingga 134 juta ton per tahun pada 2030.

2. Rata-rata orang AS membuang 37 kg pakaian setiap tahunnya

Di AS saja, diperkirakan ada 11,3 juta ton limbah tekstil yang berakhir di tempat pembuangan sampah akhir setiap tahunnya. Jumlah ini setara dengan 85 persen dari semua tekstil.

Jumlah tersebut setara dengan sekitar 37 kilogram (kg) per orang per tahun dan sekitar 2.150 potong per detik di seluruh “Negeri Paman Sam”.

Baca juga: Fast Fashion, Industri Mode yang Picu Kerusakan Lingkungan

3. Frekuensi pemakaian pakaian menurun sekitar 36 persen dalam 15 tahun

Budaya membuang sampah semakin memburuk selama bertahun-tahun. Saat ini, banyak pakaian yang hanya dipakai tujuh sampai sepuluh kali sebelum akhirnya dibuang.

Itu berarti, terjadi penurunan masa pakai lebih dari 35 persen hanya dalam 15 tahun.

4. Dibutuhkan 20.000 liter air untuk 1 kg kapas

Selain menjadi sumber pencemaran air yang sangat besar, fast fashion juga berkontribusi terhadap banyaknya air yang terbuang setiap hari.

Dibutuhkan sekitar 2.700 liter air untuk membuat satu kaus. Jumlah ini cukup untuk diminum satu orang selama 900 hari. Terlebih lagi, satu kali pencucian menggunakan antara 50 dan 60 liter air.

Baca juga: Mengenal Fenomena Fast Fashion, Ciri-ciri, dan Dampaknya

5. Kegagalan daur ulang

Aspek terburuk dari budaya membuang pakaian secara serampangan adalah sebagian besar pakaian yang dibuang setiap tahun tidak didaur ulang.

Secara global, hanya 12 persen pakaian yang didaur ulang. Sebagian besar masalahnya disebabkan oleh bahan pembuat pakaian dan teknologi yang tidak memadai untuk mendaur ulangnya.

6. Hampir 10 persen mikroplastik di lautan berasal dari tekstil

Pakaian adalah sumber mikroplastik yang sangat besar karena sekarang banyak yang terbuat dari nilon atau poliester, bahan yang dikenal tahan lama dan murah.

Setiap siklus pencucian dan pengeringan melepaskan mikrofilamen yang bergerak melalui sistem pembuangan limbah dan berakhir di saluran air.

Diperkirakan setengah juta ton kontaminan ini mencapai lautan setiap tahun. Itu setara dengan polusi plastik lebih dari 50 miliar botol.

Baca juga: Kenakan Busana Fast Fashion, Tokoh Carrie Bradshaw Jadi Buah Bibir

7. Produksi semakin banyak

Merek-merek fast fashion memproduksi pakaian dua kali lebih banyak saat ini dibandingkan tahun 2000.

Peningkatan produksi yang signifikan ini juga menyebabkan peningkatan limbah tekstil, baik di pra dan pasca produksi.

Dari proses pemotongan, ada banyak bahan yang terbuang karena tidak dapat digunakan lagi. Sebuah penelitian memperkirakan, 15 persen kain terbuang dalam proses produksi garmen.

Di pascaproduksi, 60 persen dari sekitar 150 juta pakaian yang diproduksi secara global pada 2012 dibuang hanya beberapa tahun setelah produksi.

Baca juga: Jangan Cuma Belanja Pakaian, Ketahui Juga Dampak Fast Fashion pada Lingkungan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau