KOMPAS.com – Industri fesyen cepat alias fast fashion yang berdampak signifikan terhadap lingkungan bukanlah menjadi isu yang baru.
Salah satu dampak industri fast fashion di hulunya adalah adalah sektor ini berkontribusi terhadap 10 persen karbon emisi global.
Selain itu, industri fast fashion juga menimbulkan permasalahan di hilirnya, yaitu limbah dan sampah pakaian yang sudah tidak terpakai.
Dilansir dari Earth.org, ada jutaan pakaian produk industri fast fashion yang berakhir di tempat pembuangan sampah setiap harinya.
Berikut adalah tujuh fakta sampah fast fashion, sebagaimana dilansir Earth.org.
Baca juga: Fast Fashion: Tren Pakaian yang Berdampak Buruk untuk Lingkungan
Dari 100 miliar pakaian yang diproduksi setiap tahunnya, 92 juta ton berakhir di tempat pembuangan sampah.
Jika tren ini terus berlanjut, jumlah sampah fast fashion diperkirakan akan melonjak hingga 134 juta ton per tahun pada 2030.
Di AS saja, diperkirakan ada 11,3 juta ton limbah tekstil yang berakhir di tempat pembuangan sampah akhir setiap tahunnya. Jumlah ini setara dengan 85 persen dari semua tekstil.
Jumlah tersebut setara dengan sekitar 37 kilogram (kg) per orang per tahun dan sekitar 2.150 potong per detik di seluruh “Negeri Paman Sam”.
Baca juga: Fast Fashion, Industri Mode yang Picu Kerusakan Lingkungan
Budaya membuang sampah semakin memburuk selama bertahun-tahun. Saat ini, banyak pakaian yang hanya dipakai tujuh sampai sepuluh kali sebelum akhirnya dibuang.
Itu berarti, terjadi penurunan masa pakai lebih dari 35 persen hanya dalam 15 tahun.
Selain menjadi sumber pencemaran air yang sangat besar, fast fashion juga berkontribusi terhadap banyaknya air yang terbuang setiap hari.
Dibutuhkan sekitar 2.700 liter air untuk membuat satu kaus. Jumlah ini cukup untuk diminum satu orang selama 900 hari. Terlebih lagi, satu kali pencucian menggunakan antara 50 dan 60 liter air.
Baca juga: Mengenal Fenomena Fast Fashion, Ciri-ciri, dan Dampaknya
Aspek terburuk dari budaya membuang pakaian secara serampangan adalah sebagian besar pakaian yang dibuang setiap tahun tidak didaur ulang.
Secara global, hanya 12 persen pakaian yang didaur ulang. Sebagian besar masalahnya disebabkan oleh bahan pembuat pakaian dan teknologi yang tidak memadai untuk mendaur ulangnya.
Pakaian adalah sumber mikroplastik yang sangat besar karena sekarang banyak yang terbuat dari nilon atau poliester, bahan yang dikenal tahan lama dan murah.
Setiap siklus pencucian dan pengeringan melepaskan mikrofilamen yang bergerak melalui sistem pembuangan limbah dan berakhir di saluran air.
Diperkirakan setengah juta ton kontaminan ini mencapai lautan setiap tahun. Itu setara dengan polusi plastik lebih dari 50 miliar botol.
Baca juga: Kenakan Busana Fast Fashion, Tokoh Carrie Bradshaw Jadi Buah Bibir
Merek-merek fast fashion memproduksi pakaian dua kali lebih banyak saat ini dibandingkan tahun 2000.
Peningkatan produksi yang signifikan ini juga menyebabkan peningkatan limbah tekstil, baik di pra dan pasca produksi.
Dari proses pemotongan, ada banyak bahan yang terbuang karena tidak dapat digunakan lagi. Sebuah penelitian memperkirakan, 15 persen kain terbuang dalam proses produksi garmen.
Di pascaproduksi, 60 persen dari sekitar 150 juta pakaian yang diproduksi secara global pada 2012 dibuang hanya beberapa tahun setelah produksi.
Baca juga: Jangan Cuma Belanja Pakaian, Ketahui Juga Dampak Fast Fashion pada Lingkungan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya