KOMPAS.com – Dalam kurun 2015 sampai 2019, prevalensi stunting di Indonesia mengalami fluktuasi.
Rata-rata penurunan prevalensi stunting dalam periode tersebut relatif lambat, sekitar 0,8 persen per tahun.
Hal ini disampaikan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti, Kamis (31/08/2023).
Baca juga: Keluarga Rentan Stunting Dapat Bantuan Beras dan Telur 3 Bulan
Nopian menyebutkan, berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka prevalensi stunting Indonesia mengalami penurunan yakni dari 24,4 persen pada 2021 menjadi 21,6 persen pada 2022.
Penurunan stunting secara konsisten terjadi pada kurun 2019 sampai 2022. Akan tetapi, masih ada kesenjangan antara pencapaian dan indikasi target.
“Prevalensi stunting di tahun 2022 ini memberikan sinyal bahwa Indonesia harus memastikan penurunan stunting sebesar 5,6 persen per tahun jika berharap dapat memenuhi target 14 persen pada 2024,” kata Nopian sebagaimana dilansir siaran pers BKKBN.
Terkait pencegahan stunting, Nopian mengatakan, periode 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) merupakan periode yang sangat penting bagi tumbuh kembang bayi ke depan.
Baca juga: Kontribusi Sosial dan Lingkungan, Phapros Fokus Berdayakan UMKM dan Pengentasan Stunting
Pada periode itu terjadi pembentukan organ bayi termasuk otak, pertumbuhan panjang badan serta perkembangan anak yang sangat cepat.
“Pembentukan sinapsis saraf otak terjadi 1.000 kali setiap detik yang membuat otak anak di usia ini dua kali lebih aktif dibanding otak dewasa,” ujar Nopian.
Nopian menjelaskan, dalam mempercepat penurunan stunting di 1.000 HPK, telah dikembangkan program pengasuhan di 1000 HPK melalui kelompok kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) dan BKB holistic integrative (BKB HI).
Kelompok kegiatan ini merupakan layanan penyuluhan bagi orangtua dan anggota keluarga lainnya dalam mengasuh dan membina tumbuh kembang anak.
Baca juga: Permasalahan Stunting Berkaitan Erat dengan Isu Gender
Pola pengasuhan tersebut melalui berbagai kegiatan stimulasi fisik, mental, intelektual, emosional, spiritual, sosial, dan moral.
“BKB HI adalah layanan penyuluhan bagi orangtua tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak yang dilakukan secara simultan, sistematis, menyeluruh, terintegrasi, dan berkesinambungan dengan program pengembangan anak usia dini lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar anak,” ujar Nopian.
Hadir sebagai narasumber lain dalam acara tersebut adalah Kepala Desa Rembele Suhaili. Desa tersebut terletak di Kecamatan Bukiit, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.
Ada dua inovasi yang telah dilakukan Desa Rembele yang diberi nama Anak Lahir Bidan Beri Akta, dan Kartu Kesehatan Ibu dan Anak (Alibata) dan Rumah Gizi Gampong (RGG) sebagai pendampingan gizi pada anak selama 90 hari.
Baca juga: Atur Jarak Kelahiran Jadi Salah Satu Cara Cegah Stunting
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya